TEMPO.CO, Kediri-Jembatan penghubung antar dusun di Desa Bulu, Kecamatan Semen, di lereng Gunung Wilis, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, sepanjang 20 meter, ambrol ke dasar Sungai Bruno, Rabu, 14 April 2016. “Untung kejadiannya malam hari, sehingga tidak ada yang melintas,” kata Ketua RW setempat di Desa Bulu Kecamatan Semen, Marjoko, Kamis 14 April 2016.
Jembatan itu ambruk akibat curah hujan dengan intesitas tinggi dan terus menerus. Akibatnya 600 keluarga di Dusun Karangdoro, Gapuk, Randulawang, dan Bulu terisolir. Jembatan penghubung Dusun Bulusan dan Karandono ini merupakan akses warga menuju Kota Kediri.
Setiap hari jembatan itu dipenuhi pengendara dan angkutan desa yang membawa bahan pokok ke kawasan desa di lereng gunung maupun pelajar. Mereka harus memutar menempuh jembatan lain untuk melintasi Sungai Bruno dengan memutar sejauh lima kilometer. Demikian pula para pelajar yang harus menempuh rute lebih jauh untuk tiba di sekolah.
Jembatan ambruk setelah pondasi di bantaran sungai atau plengsengan terkikis air Sungai Bruno yang deras. Sungai itu menjadi lintasan air dari puncak gunung menuju Kali Kedak, sungai terbesar setelah Sungai Brantas. Warga yang mengetahui pondasi jembatan mulai ambrol segera memberi tanda penghalang. “Sejak kemarin malam seluruh bagian jembatan benar-benar runtuh,” kata Marjoko.
Ambruknya jembatan ini menuai protes penduduk. Mereka telah beberapa kali menyampaikan keluhan kepada pemerintah mengenai kondisi jembatan yang mulai rusak. Tanda-tanda kerusakan sudah tampak satu tahun sebelumnya dengan mulai ambrolnya plengsengan pondasi. Namun laporan tidak ditanggapi.
Jamiati, warga Desa Bulu mengatakan derasnya aliran sungai Bruno juga mengancam bangunan rumah warga di bantaran sungai. Pondasi bantaran yang ambrol membahayakan pondasi rumah di atasnya. “Ini bisa roboh kalau sewaktu-waktu air datang lagi.”
Sejauh ini belum ada upaya pemerintah daerah memperbaiki jembatan itu. Warga berharap pemerintah bertindak cepat dan tak hanya mendata saja.
HARI TRI WASONO