TEMPO.CO, Jakarta - CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo mengaku optimistis tidak akan menjadi tersangka dalam kasus dugaan restitusi pajak PT Mobile8 Telecom sewaktu masih dimiliki MNC Group.
Sebab, menurut Hary, perusahaannya sama sekali tidak mengetahui ihwal kasus restitusi pajak itu. "Saya tak mungkin jadi tersangka. Saya pastikan itu," kata Hary Tanoe saat tiba di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, untuk menjalani pemeriksaan pada Kamis, 17 Maret 2016.
Menurut Hary Tanoe, meskipun PT Mobile8 Telecom saat itu berada di bawah naungan MNC Group, dia tak mengetahui operasional kerja bawahannya terkait dengan kasus restitusi pajak. "Ini soal operasional. Saya kan komisaris. Soal pajak kan sudah ada direktur yang mengatur, anak perusahaan MNC kan banyak," ucapnya.
Hary Tanoe mengatakan ia juga sudah mempelajari restitusi pajak yang dipersoalkan kejaksaan. "Kalau kami lihat ini bukan kasus. Substansinya soal operasional perusahaan. Nanti kami buktikan sendiri, lihat," katanya.
Hary Tanoe dua kali dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi. Sebelumnya, bos Partai Perindo ini tidak hadir. Bahkan dia sempat minta dijadwalkan ulang pemeriksaannya pada 21 atau 22 Maret mendatang. Permintaan tersebut disampaikan melalui pengacaranya, Hotman Paris Hutapea.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo pernah mengatakan mantan Komisaris PT Mobile8 Telecom Harry Tanoesoedibjo sebaiknya memang memenuhi panggilan pemeriksaan jika merasa tidak bersalah. "Kalau tidak salah tidak usah takut, datang saja. Itu saja kuncinya," katanya di Kejaksaan Agung Jakarta, Jumat, 11 Maret 2016.
Kasus ini terungkap sejak muncul keterangan Direktur PT Djaya Nusantara Komunikasi pada 2008. Saat itu PT Djaya Nusantara Komunikasi menerima faktur pajak dari PT Mobile8 dengan total nilai sekitar Rp 114 miliar. Kemudian faktur tersebut diterbitkan seolah-olah terjadi transaksi dua perusahaan.
Faktur pajak itu kemudian digunakan PT Mobile8 untuk mengajukan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada negara melalui Kantor Pajak Pratama di Surabaya. Tujuannya adalah supaya Mobile8 melantai di bursa efek pada 2009. Walhasil, Mobile8 menerima pembayaran restitusi sebesar Rp 10 miliar.
Dugaan korupsi itu muncul setelah tim penyidik mendapat keterangan dari Direktur PT Djaya Nusantara Komunikasi bahwa transaksi antara PT Mobile8 Telecom dan PT Djaya Nusantara Komunikasi pada 2007-2009 senilai Rp 80 miliar adalah transaksi fiktif. Transaksi ini hanya untuk kelengkapan administrasi pihak PT Mobile8 Telecom seolah-olah mentransfer uang senilai Rp 80 miliar ke rekening PT Djaya Nusantara Komunikasi.
Transfer tersebut dilakukan pada Desember 2007 dengan dua kali transfer. Pertama, transfer dikirim senilai Rp 50 miliar dan kedua Rp 30 miliar. Namun faktanya PT Djaya Nusantara Komunikasi tidak pernah menerima barang dari PT Mobile8 Telecom. Permohonan restitusi pajak lalu dikabulkan oleh Kantor Pajak Pratama di Surabaya padahal transaksi perdagangan fiktif.
ABDUL AZIS | DEWI SUCI RAHAYU | INGE KLARA SAFITRI | ANTARA