TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nurul Yamin mengatakan kemiskinan di Indonesia, salah satunya, disebabkan oleh korupsi. Untuk mencegahnya, kata Nurul, tidak cukup hanya mengandalkan Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian, dan Kejaksaan. Cara yang perlu dicoba adalah pendekatan pemberdayaan masyarakat.
Menurut Nurul, bentuknya berupa peningkatan kapasitas perekonomian dan pembentukan etika keadaban publik. "Apabila dilakukan oleh jaringan kerja masyarakat sipil, akan ada dampaknya," kata Nurul dalam diskusi bertajuk “Korupsi, Kemiskinan, dan Pemberdayaan Umat” di gedung Dewan Perwakilan Daerah, Jakarta, Kamis, 10 Maret 2016.
Ia menambahkan, pencegahan korupsi juga perlu rekonstruksi, yaitu melalui peran budaya dan agama. Secara kultural, negara harus hadir dan memperkuat pemberdayaan masyarakat. Muhammadiyah sudah melakukan itu dengan memberdayakan masyarakat lewat pendekatan virus approach.
Pemberdayaan ini berdampak besar dan membekas. Nurul mengilustrasikan dengan istilah "jihad". Ada lima "jihad" yang dilakukan Majelis Pemberdayaan.
Nurul menuturkan perlawanan terhadap korupsi juga perlu dilakukan dengan revolusi teologis. Sebab, saat ini korupsi sudah dianggap bukan perbuatan dosa. Koruptor masih bisa tersenyum, bahkan pelakunya banyak yang dikenal sebagai tokoh agama. Perang melawan korupsi masih perlu dengan penguatan lembaga negara antikorupsi, seperti KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan, ditambah penguatan koalisi masyarakat sipil antikorupsi.
Amal usaha Muhammadiyah, selain bidang di ekonomi, ialah di lembaga pendidikan serta layanan kesehatan. Di bidang pendidikan, sudah puluhan perguruan tinggi dan ratusan sekolah, mulai SD hingga SMA, didirikan. Sedangkan di bidang kesehatan, Muhammadiyah mempunyai banyak rumah sakit yang tersebar di sejumlah kota di Indonesia.
AHMAD FAIZ | ELIK S