TEMPO.CO, Surabaya - Aksi teatrikal penolak penambangan pasir ilegal Lumajang berlangsung di Pengadilan Negeri Surabaya menjelang persidangan kasus Salim Kancil. Aksi berlangsung sejak pukul 09.00 WIB dan dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. ”Tujuan aksi ini untuk mengawali pemantauan sidang Salim Kancil,” kata kuasa hukum tim penolak tambang, Johan Afi.
Teatrikal yang melibatkan mahasiswa dan beberapa aktivis itu menyuarakan tuntutan keadilan persidangan Salim Kancil. Aksi yang dilakukan sekitar 20 orang itu menggambarkan kehidupan Salim Kancil yang menuntut keadilan di wilayah tempat tinggal mereka.
Dalam aksi tersebut, terlihat salah satu orang melumuri wajah dengan pasir dan bergulung-gulung di atas pasir di depan Dewi Justisia. Dewi Justisia digambarkan sebagai seorang perempuan berambut panjang yang membawa pedang dan timbangan. Gambaran teatrikal itu menunjukkan Salim Kancil yang meminta penghentian penambangan pasir di wilayahnya.
Afi mengatakan persidangan kasus Salim Kancil bukan kasus hukum biasa. Ada serangkaian mafia tambang yang berada di baliknya. Salim Kancil sudah sering berkirim surat kepada pejabat terkait agar penambangan dihentikan. ”Tapi, pada akhirnya, dia malah dibunuh, digergaji seperti itu,” ujar Afi.
Kamis, 18 Februari 2016, merupakan hari pertama persidangan Salim Kancil. Kepolisian Daerah Jawa Timur menetapkan 36 tersangka dalam kasus ini. Dua di antaranya anak-anak di bawah umur sehingga masih berada di Lumajang. Sedangkan sisanya ditahan di Markas Kepolisian Daerah Jawa Timur sejak Kamis, 21 Januari 2016. Meski kasus ini mulai disidangkan, polisi masih mengincar tiga buronan yang belum ditangkap.
Hariyono, Kepala Desa Selok Awar-Awar, juga disidang esok hari. Hariyono diduga sebagai aktor intelektual pembunuhan Salim Kancil dan pengeroyokan Tosan. Dia juga diduga melakukan tindak pidana illegal mining di Pantai Watu Pecak.
Hariyono sempat mengikuti sidang kode etik pelanggaran polisi sebagai saksi. Tiga polisi terbukti menerima uang dari Hariyono. Selain itu, dalam kesaksiannya, Hariyono menyebutkan beberapa pejabat Lumajang yang mendapatkan aliran dana dari penambangan ilegal yang ia lakukan.
Kasus pembunuhan Salim Kancil dan penganiayaan Tosan terjadi pada Sabtu pagi, 26 September 2015. Dua warga Desa Selok Awar-Awar itu menjadi korban penyiksaan lebih dari 30 orang pro-penambangan pasir di Pantai Watu Pecak. Salim Kancil ditemukan tewas di jalan dekat makam desa setempat setelah sebelumnya sempat dijemput dari rumahnya dan disiksa di balai desa. Sedangkan Tosan mengalami luka serius dan sempat menjalani perawatan dan operasi.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH