TEMPO.CO, Jakarta - Corporate Secretary PT Media Nusantara Citra (MNC) Group Syafril Nasution mengatakan belum berkomunikasi dengan Hary Tanoesoedibjo, pemilik MNC Group, terkait dengan pelaporan Ketua Umum Partai Perindo itu di Badan Reserse Kriminal Polri. Namun, menurut dia, pesan pendek yang diduga dikirim Hary ke jaksa penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Yulianto, bukan ancaman.
"Andai pun benar Pak Hary yang SMS, itu bukan ancaman. Anak SD juga tahu kalau itu kalimat biasa," kata Syafril saat dihubungi Tempo, Kamis, 28 Januari 2016. (Baca: Kronologi Ancaman untuk Jaksa)
Syafril menilai tidak ada nada ancaman dalam pesan pendek yang diterima Yulianto. Dia menduga jaksa yang menerima SMS tersebut membuat intonasi ancaman sendiri.
"Kalau mengancam tidak begitu. Awas lu gua tonjok atau awas lu kalau ketemu, itu baru mengancam," ujar Syafril.
Yulianto pada Kamis, 28 Januari 2016, melaporkan Hary Tanoe ke Bareskrim setelah ia menerima SMS dan WhatsApp berbunyi, "Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang preman dan siapa yang profesional. Saya masuk politik karena saya mau memberantas oknum penegak hukum yang semena-mena. Saya pasti jadi pemimpin di negeri ini”. Pesan itu diduga berasal dari Hary Tanoe. (Baca: Laporkan Ancaman Hary Tanoe, Puluhan Jaksa ke Bareskrim)
Syafril menerangkan Hary memang sempat kesal dan marah lantaran dituduh terlibat kasus Mobile 8. Alasannya, kata Syafril, Hary tidak pernah terlibat langsung dengan proyek tersebut. "Siapa yang tidak marah kalau dituduh melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan? Apalagi digembar-gemborkan. Tapi, beliau tidak pernah mengancam," tuturnya.
“Saya mempunyai bukti cukup kuat bahwa yang bersangkutan melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” kata Yulianto.
Hary, Yulianto melanjutkan, juga mengirimkan pesan melalui WhatsApp. Nomor WhatsApp tersebut menggunakan foto Hary. Oleh sebab itu, Yulianto akan menyerahkan telepon selulernya ke Bareskrim sebagai barang bukti.
Yulianto menduga ancaman itu ada kaitannya dengan penyidikan kasus restitusi pajak Mobile 8 yang ditanganinya. Kasus tersebut diselidiki sejak 20 Februari 2015.
Sempat mangkrak empat bulan, kasus itu kembali dilanjutkan. Kejaksaan mengindikasi adanya transaksi fiktif antara Mobile 8 dan PT Jaya Nusantara di Surabaya. Tim Yulianto menemukan transaksi mencurigakan di salah satu distributor senilai Rp 300 miliar.
DEWI SUCI RAHAYU | AVIT HIDAYAT