TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gunungkidul mencatat fenomena tak biasa dari dinamika hasil tangkapan para nelayan pesisir dibanding aktivitas yang terjadi dalam dua tahun terakhir.
“Sepanjang 2015, nelayan lebih giat melaut. Namun justru hasil panen ikan di bawah target,” ujar Kepala Dinas Kelautan Perikanan Gunungkidul Agus Priyanto pada Kamis, 14 Januari 2016.
Hasil panen sepanjang 2015 tercatat turun hampir 50 persen, yakni hanya berkisar 2.600 ton dibanding 2014 yang mencapai hampir 4.500 ton. Target pemerintah 2015 untuk panen tangkap ikan setidaknya di atas 3.800 ton.
“Yang aneh, frekuensi melaut nelayan pada 2015 naik hampir 10 persen dibanding 2014,” ujarnya. Sepanjang Januari-April 2015, banyaknya trip atau perjalanan melaut sekitar 4.123 trip. Sedangkan pada 2014 dengan periode yang sama hanya 3.950 trip.
Banyak spekulasi muncul terkait dengan anjloknya hasil tangkapan ikan di Gunungkidul. Dinas Kelautan memperkirakan faktor paling berperan ialah cuaca yang mempengaruhi gerakan ikan sehingga membuat nelayan sering pulang dengan hasil tangkapan kosong atau tak sesuai dengan harapan.
“Cuaca dan angin laut yang tak mendukung menyebabkan ikan yang menjadi target tak muncul atau beralih,” ujar Agus. Indikator ini ditunjukkan dengan sering adanya laporan dari kelompok nelayan lebih banyak ubur-ubur tersangkut di jala mereka. “Faktor lain, prasarana nelayan kurang memadai untuk melaut lebih jauh ke perairan yang lebih stabil dan banyak ikan,” ujarnya.
Agus menambahkan, faktor lain anjloknya panen ikan karena diduga kekhawatiran para nelayan sebagai buntut kasus penangkapan dua nelayan Gunungkidul oleh polisi perairan Polda DIY karena tidak memiliki surat izin penangkapan ikan pada September 2015.
Ratusan nelayan Gunungkidul kala itu melakukan aksi demo dan mengancam tak melaut jika dua rekannya tak dibebaskan. "Banyak nelayan enggan melaut karena khawatir diperkarakan seperti dua rekannya, yang akhirnya dibebaskan karena tak memiliki surat izin melaut," kata Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Gunungkidul Rujimanto.
Sejak September sampai akhir tahun lalu, ujar Rujimanto, kapal-kapal besar lebih banyak disandarkan dan tak melaut karena nelayan menunggu proses perizinan penangkapan selesai.
Kapal yang berbobot mati 30 gross tonnage di Pelabuhan Pantai Sadeng, berjumlah lima unit. Namun tak melaut lagi. Padahal potensi tangkapan dengan kapal besar itu sekali jalan hingga 20 ton. “Yang beroperasi hanya kapal kecil, itu pun tak mau sampai ke tengah karena proses perizinan belum selesai,” ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO