TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyatakan punya alasan khusus memblokir beberapa rekening Yayasan Supersemar. Menurut dia, tim kejaksaan mendapat informasi duit Yayasan Supersemar yang ditempatkan di beberapa bank itu akan dicairkan.
"Ya kalau kami minta itu ditahan ya benar dong, kalau kita biarkan, lolos. Ini suatu gejala," ujar Prasetyo di kantornya, Jumat, 8 Januari 2016. Dia pun berharap Yayasan Supersemar mau membayar sukarela sebesar Rp 4,4 triliun sesuai putusan Mahkamah Agung.
Hingga kini, Prasetyo mengaku timnya masih menelusuri aset-aset Yayasan Supersemar milik keluarga Presiden Ke-2 Indonesia Soeharto itu. Namun, ia belum tahu aset yang telah terdata sudah mencapai Rp 4,4 triliun. "Saya belum bisa ngitung ya. Nanti ada saatnya," ujar mantan politikus Nasdem itu.
Sebelumnya, Yayasan Supersemar melalui pengacaranya, Denny Kailimang, mengajukan gugatan atas putusan Mahkamah Agung. Denny menilai besar denda tidak sesuai dengan penerimaan dari Badan Usaha Milik Negara selama Soeharto berkuasa. Denny juga melayangkan somasi ke Kejaksaan terkait pemblokiran deposito yang terjadi menjelang eksekusi.
Perkara kasus Yayasan Supersemar bermula ketika pemerintah pada tahun 2007 menggugat Soeharto dan Yayasan Supersemar terkait dugaan penyelewengan dana beasiswa yang disalurkan. Kejaksaan Agung pada gugatannya menyebutkan dana beasiswa yayasan itu yang seharusnya disalurkan ke penerima beasiswa itu banyak diselewengkan dan disalurkan ke beberapa perusahaan.
Sejumlah perusahaan yang diduga menerima dana tersebut antara lain Bank Duta dan PT Kiani Lestari. Pada Agustus 2015, Mahkamah Agung mengabulkan gugatan Kejaksaan Agung dan mengharuskan ahli waris Soeharto membayar US$ 315 juta dan Rp 139,2 miliar atau total Rp 4,4 triliun.
Namun, Yayasan Supersemar selalu mangkir tiap kali diundang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk membayar. Menurut Prasetyo, eksekusi paksa terhadap aset-aset Yayasan Supersemar yang menentukan adalah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
LINDA TRIANITA