TEMPO.CO, Bandung - Dalam kurun waktu 6 bulan terakhir, sebanyak 421 anak dan remaja di Kota Bandung melakukan hubungan seksual yang berisiko tertular HIV. Mereka melakukannya dengan pasangan tetap dan tidak tetap. Kebanyakan juga tidak memakai kondom.
Survei terbaru dari program LOLIPOP (Linkage of Quality Care for Young Key Population) itu membagi responden dalam dua kelompok umur, yaitu 15-19 tahun dan 20-24 tahun. Pada kelompok usia 15-19 tahun dengan jumlah 64 orang responden, sebanyak 91 persen mengaku berhubungan seksual dengan pasangan tetap. Tapi 80 persen di antara responden itu juga mengaku berhubungan seks dengan pasangan tidak tetap.
Adapun pada kelompok usia 20-24 tahun dengan jumlah 357 orang responden, 82 persen melakukan dengan pasangan tetap. Tapi, 72 persen juga menyatakan bersama pasangan tidak tetap.
Survei yang berlangsung Juni hingga Oktober 2015 itu dilakukan bersama oleh Pusat Studi Tuberkulosis-Human Immunodeficiency Virus (TB-HIV) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Kementerian Kesehatan RI, UNICEF Indonesia, Komisi Penanggulangan AIDS Nasional dan Kota Bandung, Fokus Muda, IAC, serta Burnett Institute.
Peneliti di Pusat Studi Tuberkulosis-Human Immunodeficiency Virus (TB-HIV) Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Irma Anintya, mengatakan survei tersebut melibatkan total 466 responden. Mereka merupakan kelompok populasi kunci, yaitu pengguna narkoba suntik, pekerja seks, lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki, serta waria (transgender), yang semuanya berusia 15-24 tahun.
Hasil survei juga menunjukkan responden yang selalu memakai kondom saat berhubungan seksual dengan pasangan tetap maupun tidak tetap berkisar 19-45 persen. Sisanya, lebih banyak mengaku kadang memakai kondom atau bahkan tidak pernah sama sekali memakai. “Survei ini untuk pemetaan, apa saja kebutuhan, dan situasi layanan kesehatan untuk remaja. Kesimpulan sementara dari hasil tersebut bahwa kelompok remaja yang mempunyai risiko itu sangat tergantung pada kelompok pendukungnya,” kata Koordinator Kelompok Kerja HIV di pusat studi tersebut, Rudi Wisaksana.
Hasil survei itu dipaparkan pada Selasa, 29 Desember 2015, disertai diskusi dengan perwakilan kelompok kunci dan tenaga medis dari puskesmas. Koordinator Program Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seksual di Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, Yayuk Mukaromah, mengatakan remaja secara psikologis sedang mengalami banyak perubahan dengan karakteristik coba-coba serta tekanan rekan sebaya. “Tapi pengetahuan soal HIV masih rendah. Ada yang tahu, tapi sulit mengatakan tidak untuk perilaku berisiko,” ujarnya di Bandung.
Peran orang tua sebagai pihak yang paling dekat dengan anak, kata Yayuk, berperan penting dalam pencegahan perilaku hubungan seks berisiko. Orang tua diminta menjadikan anak berusia remaja sebagai teman, membuka komunikasi, tidak menghakimi, dan memberikan pendidikan seksual sejak dini. “Orang tua juga harus lebih pintar, boleh amati pergaulan dengan siapa anaknya berkawan, tapi tidak mengawasi secara intens,” katanya.
ANWAR SISWADI