TEMPO.CO, Semarang - Kejaksaan Agung dinilai terlalu jauh terseret ke ranah politik dalam menangani kasus populer dengan nama “papa minta saham” yang menyeret Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto. “Jaksa Agung dari partai politik, pasti tindakannya lebih ke politik ketimbang penegakan hukum,” kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Pengadilan Negeri Semarang, Kamis, 10 Desember 2015.
Fadli menilai Kejaksaan tidak profesional karena menangani kasus yang intinya menyoal pencatutan nama Presiden Joko Widodo tersebut. Hal ini disampaikan Fadli setelah menjadi saksi kasus pencemaran nama baik dengan terdakwa pemantau pemilu, Ronny Maryanto.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah memeriksa bos PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said untuk mengusut kasus dugaan pemufakatan jahat yang diduga dilakukan Setya Novanto.
Lebih jauh, Fadli menilai Kejaksaan belakangan malah mencari-cari masalah karena ada pesanan politik tertentu. Tapi Fadli belum mau menyebut siapa kekuatan politik yang mendorong Kejaksaan menangani kasus tersebut. “Biarlah dibuka. Yang pasti, ini politik, bukan hukum,” tuturnya.
Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya ini mencontohkan, ketidakwajaran yang dilakukan Kejaksaan adalah menerima direktur perusahaan asing pada tengah malam. Fadli membandingkan dengan langkah jaksa yang tidak akan menerima pengaduan dari masyarakat pada tengah malam. “Jadi ini agak ganjil, ada konspirasi,” katanya.
ROFIUDDIN