TEMPO.CO, Banyuwangi - Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Ronald Rofiandri mengatakan Kabupaten Banyuwangi dan Gorontalo masih melakukan pembatasan terhadap organisasi kemasyarakatan.
Sebabnya, ucap Ronald, pemkab dua daerah itu masih mewajibkan ormas memiliki surat keterangan terdaftar (SKT) dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik. "Padahal kebijakan lokal tersebut bertentangan dengan putusan judicial review Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan," ujarnya, Selasa, 29 September 2015.
Di Banyuwangi, kewajiban ormas memiliki SKT tertuang dalam Peraturan Bupati Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pedoman Pendaftaran Organisasi Kemasyarakatan di Lingkungan Pemkab Banyuwangi. Peraturan Bupati yang terbit Mei 2013 itu hingga hari ini belum dicabut atau direvisi.
Sedangkan di Gorontalo, kewajiban tersebut tertuang dalam Surat Edaran Sekretaris Daerah Nomor 200/BKBPL/182/IV/2015. Dalam surat tersebut disebutkan pemkab setempat tidak akan memfasilitasi memberi bantuan bagi ormas yang tidak memiliki SKT.
Fasilitasi yang dimaksud dalam surat itu antara lain Kabupaten Gorontalo tidak melayani permohonan bantuan dalam bentuk apa pun, termasuk tidak memberikan keterangan wawancara serta tidak menghadiri undangan kegiatan ormas atau LSM yang tidak memiliki SKT.
Ronald menjelaskan, UU Ormas awalnya memang mewajibkan semua ormas untuk memiliki SKT. Kemudian PP Muhammadiyah dan Koalisi Kebebasan Berserikat mengajukan judicial review kepada MK. Penggugat menilai UU Ormas memberikan keleluasaan kepada pemerintah untuk mengontrol ruang gerak ormas.
Akhirnya, satu tahun kemudian, pada 23 Desember 2014, MK memberikan putusan atas dua permohonan tersebut. Konsekuensi pokok putusan MK adalah pendaftaran SKT bersifat sukarela dan ormas yang tidak mendaftar harus tetap diakui keberadaannya. "Pemerintah tidak dapat memaksa ormas mendaftarkan diri atau punya SKT," tuturnya.
Bahkan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri sudah memberikan surat edaran ke semua pemerintah daerah pada 16 Januari 2015. Surat Ditjen Kesbangpol itu berisi sosialisasi putusan judicial review MK.
Ronald menyayangkan Pemkab Banyuwangi yang belum mencabut peraturan bupati tersebut. Juga Gorontalo yang tidak memberikan pelayanan kepada ormas tak ber-SKT. Padahal, merujuk pendapat MK, pelayanan yang dimaksud hanya terbatas tidak bisa menggunakan uang negara dan tidak mendapatkan pembinaan dari pemerintah. "Ormas yang pendanaannya non-APBD dan tak butuh pembinaan dari pemerintah tak perlu memiliki SKT," ucapnya.
Kepala Bidang Budaya, Politik, dan Hak Asasi Manusia Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Banyuwangi Ahmad Kohar mengatakan pihaknya bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Banyuwangi masih menyusun perubahan atas Perbup Nomor 17 Tahun 2013. "Perubahan akan kami sesuaikan dengan putusan judicial review MK," ujarnya.
Kohar menjelaskan, meski perbup tersebut belum dicabut, ormas diperbolehkan tak mengurus SKT sesuai dengan putusan MK. Pemkab Banyuwangi berjanji akan memberikan pelayanan yang sama antara ormas yang punya SKT dan yang tidak.
IKA NINGTYAS