TEMPO.CO, Makassar - Malam Idul Adha menjadi komunikasi terakhir Nadjemiah Samad Madjida, 66 tahun, dengan keluarganya di Makassar, Sulawesi Selatan. Jemaah haji kelompok terbang (kloter) UPG 10 asal Sulawesi Barat tersebut meninggal dalam tragedi Mina yang terjadi pada Kamis pagi, pekan lalu.
Menjelang ajalnya, Nadjemiah berpesan kepada anak-anaknya: "Maafkan nak." Pesan Nadjemiah terngiang di telinga anak-anaknya termasuk Aspiah Hasyim, 39 tahun, anak keempat Nadjemiah. Aspiah mengenang ibunya yang tewas dalam tragedi Mina, Kamis pagi, pekan lalu.
Aspiah menuturkan kepastian ibunya menjadi korban tragedi Mina, ia dapat ketika sedang menonton satu tayangan televisi swasta yang melansir daftar korban tragedi Mina asal Indonesia.
"Semalam kami melihat nama yang dirilis dan terakhir itu Ibu. Makanya saya yakin. Kami juga sempat waswas karena keluarga mengatakan sudah dua hari ibu tidak kembali ke maktab," kata Aspiah, saat dikunjungi di rumah duka, Jalan Batua Raya III Nomor 29, Kecamatan Manggala, Makassar.
Sejak peristiwa Mina terjadi, keluarga berusaha mendapatkan informasi termasuk menghubungi panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH) di Arab Saudi. Namun sampai hari ini tidak ada kabar. (Lihat video Tragedi Mina, Inilah Jamaah Haji Indonesia Yang Jadi Korban)
Menurut Aspiah, tidak ada tanda-tanda sebelum kepergian ibundanya. Semua berjalan normal. Ibunya hanya berpesan kepada kakak tertua Aspiah untuk menjaga bapak dan adiknya. Sesekali canda terdengar ketika Nadjemiah akan berangkat masuk asrama.
Memang, kata Aspiah, ada peristiwa aneh saat Idul Adha yang diyakininya semacam pesan. "Saat saya akan mengambil barang di lemari ibu, kaca lemari pintunya pecah. Mungkin ini menjadi tanda," kata Aspiah dengan mata berkaca-kaca.
Aspiah juga mengenang ucapan seorang teman satu kloter ibunya yang memuji kecantikan Nadjemiah dengan berpakaian ihram. "Ibu bilang, baiknya dia meninggal dengan pakaian ihram ini. Dan, itu terjadi. Mungkin ini semua pertanda," kata Aspiah.
Nadjemiah, yang merupakan pensiunan guru SD, meninggalkan seorang suami, sembilan anak, dan 14 cucu. Nadjemiah berangkat haji dengan menggunakan uang pensiun yang ditabungnya sejak lima tahun lalu. Ia berangkat 3 September lalu.
Aspiah meminta PPIH di Arab Saudi lebih terbuka terhadap informasi korban-korban tragedi Mina. Sehingga, keluarga di Indonesia tidak cemas. Selain itu masalah pelayanan juga terhadap jemaah lanjut usia diperhatikan.
Anak pertama Nadjemiah yang berprofesi sebagai anggota Komando Distrik Militer 1408 Makassar, Serka Kaharuddin, berkisah, ibunya sangat bersemangat ketika dinyatakan sebagai salah satu jemaah yang berangkat tahun ini. "Ibu berangkat dari hasil pensiunan guru yang ditabung, sejak lima tahun. Semua berkata lain, tragedi ini ternyata membuat ibu menjemput ajalnya."
IIN NURFAHRAENI DEWI PUTRI