TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah heran dengan pandangan berbagai pihak yang mempermasalahkan kenaikan tunjangan anggota DPR. Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini mengatakan bahwa tunjangan yang diributkan nilainya sangat kecil.
"Jadi kita bicara APBN 2015 ya. APBN 2015 itu sekitar Rp 2.039,5 triliun. Itu belanja negara, di dalam APBN 2015. Nah, apa anggaran tertinggi DPR itu di tahun 2015 kemarin. APBN 2015, itu sekitar Rp 4 triliun. Jadi kira-kira presentasinya adalah 0,00191 persen. Nah inilah yang diributkan setiap hari," kata Fahri.
Menurut Fahri, tunjangan DPR justru selama ini lebih banyak digunakan untuk membiayai Sekretariat Jenderal. Sekretariat Jenderal adalah Aparatur Eksekutif dan tunduk di bawah kementerian keuangan.
Sementara itu menurut Fahri, DPR harus mengawasi sisa dari 0,0019 persen atau 99,999 persen dari uang belanja negara secara total, sekaligus mengawasi penggunaan aset negara lainnya.
Fahri Hamzah merasa curiga tentang pihak yang meributkan kenaikan tunjangan DPR. "Saya terus Terang agak curiga kenapa DPR terus diserang soal yang kecil-kecil itu, supaya kita lupa bahwa diluar sana ada uang besar yang membuat kita bungkam,"katanya.
Fahri meminta publik untuk tidak membesar-besarkan soal tunjangan ini, karena fungsi DPR sebagai pengawas seharusnya didukung dalam mengawasi penggunaan anggaran yang dilaksanakan eksekutif.
"Mari kita awasi, saya sering bilang itu yang di Riau itu DPR nggak bisa memadamkan. Yang bisa memadamkan itu eksekutif, karena eksekutif bisa mengerahkan militer dan alat berat. Jadi yang Rp 2.035 triliun itu yang dipakai oleh eksekutif untuk menyelesaikan masalah. Soal jalanan bolong jadi tugas DPR. Soal korupsi, tugas DPR, bukan. DPR itu sebagai pengawas,"Kata Fahri.
DESTRIANITA