TEMPO.CO, Yogyakarta - Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta Teguh Prasetyo mengatakan, dalam beberapa hari ke depan, hujan berintensitas lebat masih mewarnai awal musim kemarau di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya.
"Hujan lebat saat kemarau ini tak terlalu rawan memicu angin kencang atau gelombang tinggi karena hanya bersifat lokal," ujar Teguh kepada Tempo, Selasa, 2 Juni 2015.
Teguh menambahkan, dalam tiga hari terakhir, di langit DIY memang terbentuk awan-awan konveksi yang memicu hujan lebat dengan intensitas 45 milimeter per hari. "Kategorinya menjadi hujan lebat karena intensitas per jamnya 33 milimeter, meskipun secara harian di bawah 50 milimeter."
BMKG memastikan hujan dari akhir Mei hingga awal Juni ini hanya anomali cuaca biasa. Anomali itu dipicu akibat akumulasi penguapan uap air cukup intens di Samudera Pasifik dan pengaruh pembelokan arah angin ke Sumatera dan Kalimantan akibat terjadinya tekanan rendah dari arah tenggara atau sekitar Filipina.
"Kami pastikan kemarau tidak mundur karena suhu muka air laut sudah meningkat, sekitar 27-30 derajat Celcius," ujar Teguh. Selain itu, penanda kemarau juga terbaca dari indeks El-Nino yang beranjak dari level terendah ke moderat atau di atas kisaran 1-2.
"Yang perlu diwaspadai justru mulai mengeringnya sumber-sumber air warga akibat penguapan masa kemarau ini," tuturnya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Yogyakarta Agus Winarto mengatakan pihaknya mulai Juni ini bersama Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Kota Yogyakarta tengah mengebut pengerjaan sejumlah infrastruktur sungai di Yogya yang rusak akibat banjir April lalu.
"Targetnya kami percepat sebelum musim penghujan ini tiba, 12 infrastruktur rusak sudah selesai, agar tak rawan jika musim penghujan datang lebih awal," ujar Agus.
PRIBADI WICAKSONO