TEMPO.CO, Jakarta - Hubungan pemimpin Indonesia dan Australia menghangat setelah bocornya aksi penyadapan intelijen Australia terhadap telepon genggam milik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ibu Negara Ani Yudhoyono, dan sejumlah pejabat terdekat Presiden. Duta Besar Indonesia untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema, sudah ditarik pulang dan Presiden SBY masih menuntut penjelasan Perdana Menteri Australia Tony Abbot sebelum bersedia memulihkan hubungan kedua negara kembali normal.
Lalu, bagaimana pengaruh ketegangan elite politik itu terhadap warga negara Indonesia yang kini bermukim di Negeri Kanguru itu? Yandhrie Arvian, mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh S-2 di Crawford School of Public Policy Australian National University, mengatakan ketegangan itu tidak banyak mempengaruhi kehidupan sehari-hari warga Indonesia di sana.
Menurut dia, aktivitas warga Indonesia di tempat umum, seperti kampus, perpustakaan, bus, dan kantor, berjalan normal seperti hari-hari sebelumnya. “Di sini kehidupan adem ayem saja dan damai,” kata Yandhrie lewat surat elektronik kepada Tempo, Jumat, 22 November 2013.
Dia memastikan, walau Presiden SBY dan sebagian masyarakat bereaksi keras terhadap Abbot dan pemerintah Australia, warga Indonesia di sana tak diperlakukan berbeda di tempat umum dan layanan publik. “Saya bertemu dengan teman-teman Australia, mereka juga biasa saja reaksinya,” kata dia.
Tak ada pula gangguan keamanan terhadap warga Indonesia di sana. Yandhrie, yang tinggal di ibu kota Australia, Canberra, mencontohkan, dia tetap bisa pulang dengan aman dari kampus setelah jam 12 malam. “Ini pekan-pekan terakhir kuliah. Ada deadline paper, mau enggak mau saya menghabiskan waktu sampai perpustakaan tutup pukul 12 malam,” ujar dia.
NURHASIM
Terpopuler
Ini Dia Orang Indonesia Paling Tajir
Disebut Bintang Porno, Marty: Mereka Putus Asa
Daftar Lengkap 50 Orang Indonesia Paling Kaya
Perlu Berapa Jam untuk Membobol Situs Australia?