TEMPO.CO, Yogyakarta - Aktivis Forum Komunikasi Masyarakat Daerah Aliran Sungai (Forsidas) Gajah Wong Yogyakarta memprotes proyek pembangunan drainase pemerintah kota yang berdampak rusaknya sejumlah situs cagar budaya di kawasan itu.
Ketua II Forsidas Gajah Wong Yogyakarta, Purbudi Wahyuni, mengungkapkan, sejak pengerjaan proyek drainase di tepian Kali Gajah Wong awal 2013 lalu, sejumlah situs bersejarah peninggalan abad 16 rusak, bahkan hilang. “Yang terdeteksi, ada satu patung umbul naga lanang yang kepalanya hilang, sehingga hanya tersisa ekornya,” kata Purbudi di Balai Kota Yogyakarta, Selasa, 1 Oktober 2013.
Baca Juga:
Patung naga lanang di kawasan Rejowinangun ini merupakan bagian struktur tangga dari petilasan Umbul Raja. Umbul Raja merupakan petilasan ketika Sultan Agung bersemadi menjelang pecahnya Kerajaan Mataram menjadi dua, yakni Yogyakata dan Surakarta, sebelum perjanjian Giyanti 1755.
Tangga itu biasanya berhiaskan dua patung naga simbol jantan dan betina sepanjang 7 meter. Ada lubang pada naga untuk mengeluarkan air. Tapi, setelah proyek rampung, kepala naga jantan hilang, sementara naga betina masih utuh. “Kami curiga itu akibat ikut dikepras saat pembangunan drainase, tapi bisa juga dicuri,” kata dia. Kondisi naga wadon pun memprihatinkan. Patung yang berada persis di tepian kali ini tertimbun 2 meter oleh permukiman, dan dipakai sebagai tempat produksi tempe.
Purbudi mengatakan, lambannya pemerintah mendata situs bersejarah mengancam sejumlah situs, khususnya di tepian Gajah Wong. Padahal, di sungai yang membentang 9 kilometer dari Kampung Baciro hingga jalan lingkar selatan Yogyakarta itu, ada 30 situs bersejarah.
Salah satu situs yang kini juga terancam di kawasan Gajah Wong itu adalah petilasan makam guru spiritual Sultan Agung yang biasa disebut Kiai Cinde Amoh dan Nyi Cinde Amoh, yang berada di Kampung Mrican dan Kotagede. “Nyaris longsor akibat tanggul yang terus menurun di bantaran, tapi tak segera diantisipasi,” kata dia. Menurut Purbudi, saat banjir datang atau sungai meluap penghujan nanti, petilasan itu bakal tersapu air.
Kepala Dinas Permukiman Kota Yogyakarta, Toto Suroto, akan segera mengecek lokasi sejumlah situs itu. Toto mengaku tak paham masalah situs sejarah itu dan baru tahu setelah mendapat laporan warga. “Kalau kami mengetahui ada situs di situ, pasti akan melakukan perlindungan terlebih dahulu,” kata dia.
PRIBADI WICAKSONO
Topik Terhangat
Edsus Lekra|Senjata Penembak Polisi|Mobil Murah|Info Haji|Kontroversi Ruhut Sitompul
Berita Terpopuler
Australia Minta Maaf Soal Impor Sapi
Sejarah Kelam Ludruk Saat Peristiwa 1965
Begini Isi Prinsip 1-5-1 Lekra
PPATK Ungkap Rekening Gendut Pegawai Kemendikbud
KPK: Labora Tak Pernah Beri Data Aliran Uang