TEMPO.CO , YOGYAKARTA:- Australian National University (ANU) bekerjasama dengan Institute of International Studies Fisipol UGM merilis terbitan terbaru Indonesia Update Series College of Asia and the Pasific berjudul ‘Indonesia Rising: The Positioning of Asia's Third Giant’ pada Kamis, 28 Juni 2012.
Peluncuran kumpulan tulisan analisis kondisi Indonesia kontemporer dari 10 penulis, dua penulis Indonesia dan delapan indonesianis asing, ini dihadiri oleh Anthony Reid, indonesianis asal Australia yang menjadi salah satu penulis merangkap editor buku ini.
Berbeda dari 12 edisi Indonesia Update Series sebelumnya, yang lebih banyak membedah kesulitan negara ini menjalani transisi demokrasi, edisi kali ini menampilkan suara optimistis terhadap masa depan Indonesia. Anthony Reid menjelaskan ‘Indonesia Rising’ menyimpulkan, perkembangan kondisi sosial, ekonomi dan politik dalam negeri selama ini bisa jadi modal Indonesia untuk menjadi negara raksasa ketiga di Asia, setelah China dan India. “Buku ini lebih menggambarkan bagaimana dunia luar melihat Indonesia saat ini,” kata Reid.
Menurut Reid sejumlah indikator yang menjadi alasan munculnya optimisme itu yakni GDP (Gross Domestic Product) yang terus meningkat, jumlah penduduk besar dengan mayoritas usia produktif, demokratisasi yang terus berjalan, peran negara yang makin besar di dunia internasional seperti kepemimpinanan dalam pengurangan emisi karbon, serta keberhasilan mewarnai dunia Islam dengan pandangan moderat serta modern.
Kata dia potensi-potensi ini menjadi modal yang menguntungkan bagi Indonesia untuk mengejar keberhasilan China dan India. “Indonesia bisa menjadi raksasa ketiga di Asia jika bisa memecahkan masalah korupsi, buruknya infrastruktur, tiadanya konektivitas antar pulau dan kualitas sumber daya manusia,” ujar dia.
Namun, sejumlah pembahas dari UGM yang hadir di acara ini, memberikan beberapa kritikan terhadap penjelasan Anthony Reid. Toni Prasetiantono, Direktur Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM, mengatakan data statistik pertumbuhan ekonomi Indonesia tak selalu sesuai kenyataan mengingat kegiatan pembangunan dan investasi selalu meminta ongkos besar seperti kerusakan lingkungan, kesenjangan dan problem sosial lainnya. “Indonesia juga susah disamaan dengan China, China punya visi dan inspirasi kepemimpinan dari Deng Xioping, sedangkan Indonesia hanya punya visi saja,” kata dia.
Bambang Purwanto, profesor sejarah dari Fakultas Ilmu Budaya UGM, juga bersikap pesimistis terhadap kesimpulan Reid. Kata dia hingga kini Indonesia belum menjadi bangsa yang besar karena belum berhasil memangkas warisan sejarah kolonial. “Saya malah melihat buku ini optimistis di judul, tapi isinya malah membuat pesimistis,” ujar dia.
Menanggapi kritikan itu, Anthony Reid hanya mengatakan "Jangan terlalu serius menanggapi buku ini". Kata dia buku ini lebih cocok dibaca oleh orang luar Indonesia. "Saya kira peneliti Indonesia harus menulis sendiri kondisi negeri ini," kata Reid.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM