TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, mengatakan putusan sela yang dikeluarkan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta mengenai penangguhan pengangkatan Gubernur Bengkulu pengganti Agusrin Najamuddin tidak tepat. "Ini akan jadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi di Tanah Air," katanya, Senin, 21 Mei 2012.
Menurut dia, putusan hakim seharusnya tidak menghalangi kelanjutan proses pemerintahan di daerah. Apalagi Agusrin sudah ditetapkan bersalah dan terbukti melakukan korupsi oleh Mahkamah Agung. Jadi keputusan ini sudah berkekuatan hukum tetap.
Baca Juga:
Emerson melanjutkan, hakim harusnya bisa memahami bahwa putusan itu tidak menghalangi pemerintahan di daerah. "Ini jadi aneh. Ketika terjadi pemecatan, ada peninjauan kembali."
Putusan sela yang meminta Kementerian Dalam Negeri menunda pelantikan Junaedi Hamsyah menggantikan Agusrin seharusnya tidak perlu terjadi. Emerson khawatir, jika putusan ini tidak segera ditarik, maka nasib masyarakat Bengkulu akan semakin terkatung-katung. Proses di pengadilan dari putusan sela menjadi putusan tetap di pengadilan biasanya membutuhkan waktu yang lama.
Menurut Emerson, putusan PTUN yang terkesan membela Agusrin telah mencederai upaya pemberantasan korupsi. Kemenangan sementara Agusrin ini bisa menjadi contoh bagi kepala daerah lain yang terlibat kasus korupsi. Akibatnya, akan semakin banyak muncul perlawanan dari kepala daerah untuk mempertahankan posisinya dengan memanfaatkan peninjauan kembali ke PTUN. "Ini tidak bisa dibiarkan."
Emerson menyarankan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial segera memeriksa hakim yang mengeluarkan keputusan sela kontroversial itu. "MA dan KY harus bisa menarik keputusan itu dengan menetapkannya sebagai keputusan janggal."
Dalam gugatan putusan sela di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tanggal 14 Mei 2012, dinyatakan Keputusan Presiden Nomor 48/P Tahun 2012 tanggal 2 Mei 2012 harus ditunda. Keputusan ini berisi pengangkatan Junaidi Hamsyah sebagai gubernur defenitif menggantikan Agusrin. Penundaan diberlakukan sampai sengketa tata usaha negara berkekuatan hukum tetap. Adapun pihak tergugat diminta menaati putusan sela tersebut.
Agusrin divonis empat tahun penjara oleh Mahkamah Agung melalui putusan kasasi dalam perkara korupsi Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Korupsi ini merugikan keuangan negara sebesar Rp 20 miliar. Saat ini ia tengah dalam proses sidang peninjauan kembali. Empat novum dia gunakan sebagai alasan pengajuannya. Ia mengklaim ada kekeliruan dan kekhilafan fatal hakim kasasi MA dalam menghukum dirinya.
IRA GUSLINA SUFA