TEMPO Interaktif, Jakarta - Sekitar enam tahun, tokoh oposisi Malaysia, Anwar Ibrahim, mendekam di dalam penjara. Hari-hari di balik terali besi sepanjang 1998 - 2004, akibat terbelit kasus sodomi bernuansa politis, dilalui mantan Wakil Perdana Menteri negeri jiran itu. Di dalam bui, Anwar mengaku justru bisa mendalami kitab suci Al Qur'an dan Al Hadits.
"Because in prison I've got all the times in the world. Kalau mau membaca semua tafsir Qur'an dan Hadits, masuk penjara saja," kata Anwar berkelakar dalam diskusi di Indonesia Jentera School of Law di Jakarta, Sabtu, 30 Juli 2011. Anwar juga mengaku melahap habis semua karya sastrawan Inggris, William Shakespeare.
Karena sempat mendalami dua sumber hukum Islam itu, Anwar mengaku sadar bahwa mustahil bicara tentang demokrasi dan hukum Islam tanpa memahami bahwa agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW itu tunduk pada prinsip-prinsip universal. "Yaitu kebebasan beragama dan berekspresi, keadilan, serta diakuinya martabat manusia," kata Anwar.
Mengutip filsuf Amerika Serikat John Rawls, Anwar mengatakan, betapapun bagusnya sebuah hukum, jika peraturan itu tak adil, maka ia wajib diubah atau bahkan dihapus. Menurut dia, hal itulah yang seharusnya terjadi pada sejumlah aturan di Malaysia yang dianggapnya tak adil. Dia mencontohkan, diantaranya hukum yang membolehkan sensor terhadap media, melarang mahasiswa aktif dalam kegiatan politik, serta membuat orang yang ditangkap polisi tak bisa mendapat perlindungan hukum.
Bagaimanapun pesimistisnya Amwar terhadap sistem hukum di negaranya, dia menyatakan bakal melawan dengan cara-cara konstitusional. "Buktinya, Bersih 2.0, gerakan masyarakat sipil yang didukung koalisi partai oposisi Pakatan Rakyat, tegas menuntut pemilihan umum yang lebih adil, bukannya ingin menggulingkan pemerintah Malaysia kini," kata Anwar.
Dia yakin, perjuangan oposisi dan masyarakat sipil bisa mengubah kondisi negeri jiran itu menjadi lebih demokratis.
BUNGA MANGGIASIH