“Yang tau persis penggunaan, kan eksekutif. Bagaimana rentang kendali manajemen terhadap 38 kota dan kabupaten yang ada yang jaraknya jauh kalau tidak dibantu Bakorwil,” kata Soekarwo disela-sela mempimpin rapat koordinasi dengan Sekretaris Daerah se-Jawa Timur di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Rabu siang (23/3).
Pernyataan Soekarwo tersebut menanggapi anggota Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur Ahmad Jabir.
Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi Pemerintahan DPRD Jawa Timur, Selasa kemarin (22/3), melakukan hearing dengan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, yang digelar di Jakarta.
Dalam pertemuan tersebut, MenPAN lebih memilih untuk membubarkan Bakorwil. Sebab keberadaan Bakorwil sudah tidak lagi sesuai dengan tuntutan reformasi birokrasi. Apalagi jenjang karier pegawai yang ditempatkan di badan ini akan mandeg sehingga tidak mungkin bisa naik pangkat.
Pertimbangan lainya, MenPan menilai Bakorwil selama ini terbukti menghambat sistem pembentukan organisasi pemerintah daerah yang ramping dan kaya fungsi. Bahkan MenPAN menilai keberadaan Bakorwil merupakan pemborosan anggaran negara.
Menurut Soekarwo, keberatan MenPAN atas keberadaan Bakorwil lebih disebabkan karena Bakorwil tidak masuk dalam nomenklatur MenPAN. Apalagi sesuai namanya, Bakorwil dinilai memiliki kewilayahan tersendiri sehingga seolah-olah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah.
“Kami sudah koordinasi dengan MenPAN. Bakorwil tetap kami pertahankan. Mungkin namanya saja yang akan diubah,” ujar Soekarwo.
Ihwal nama, Soekarwo mengaku telah meminta MenPAN untuk mengusulkan nama pengganti Bakorwil, sehingga dengan pergantian ini Bakorwil bisa masuk kedalam nomenklatur MenPAN.
Di Jawa Timur saat ini terdapat empat Bakorwil. Bakorwil I yang berkedudukan di Madiun membawahi Kota dan Kabupaten Madiun, Magetan, Ngawi, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Pacitan, Blitar, dan Nganjuk.
Bakorwil II berkedudukan di Bojonegoro. Kabupaten dan Kota yang dikoordinirnya terdiri dari Bojonegoro, Lamongan, Tuban, Jombang, Mojokerto, dan Kediri.
Bakorwil III yang berkedudukan di Malang meliputi Kabupaten dan Kota, masing-masing Malang, Batu, Pasuruan, Lumajang, Probolinggo, Jember, Bondowoso, dan Banyuwangi.
Adapun Bakorwil IV yang berkedudukan di Pamekasan mengkoordinir seluruh kabupaten di Pulau Madura, yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep, serta Gresik, Surabaya, dan Sidoarjo.
Pentingnya perananan Bakorwil, Soekarwo malah mengatakan meminta untuk menambah jumlah Bakorwil. Namun belum dibolehkan oleh pemerintah pusat.
Soekarwo mencontohkan pentingnya keberadaan Bakorwil. Ketika terjadi banjir di kawasan Bojonegoro, Tuban, Lamongan dan Gresik beberapa tahun lalu, dengan komando Bakorwil Bojonegoro, penanganan banjir bisa dilakukan secara cepat dan efektif. Begitu juga saat terjadi letusan Gunung Kelud, Bakorwil setempat saat itu langsung mengkoordinasi seluruh wilayah yang terkena dampak letusan.
Mengenai jenjang kepangkatan Kepala Bakorwil yang tidak bisa naik dari pangkat IVB, Soekarwo mengatakan hal itu bisa disiasati dengan melakukan mutasi Kepala Bakorwil ke tempat yang lain, misalnya, menjadi kepala dinas tertentu sehingga jenjang kepangkatanya bisa naik.
Secara terpisah, Ahmad Jabir menegaskan keberadaan Bakorwil tidak bisa lagi dipertahankan. “Bakorwil terbukti menghambat reformasi dan perampingan birokrasi,” papar politisi dari PKS ini.
Itu sebabnya, Komisi Pemerintahan DPRD Jawa Timur lebih sepakat untuk mengkaji ulang keberadaan Bakorwil untuk dijadikan dasar pembubarannya.
Mengenai Koordinasi dengan pemerintah kabupaten dan kota, kata Jabir, Gubernur sebenarnya bisa langsung meminta seluruh dinas maupun asisten di Pemprov Jawa Timur untuk melakukannya.
Komisi Pemerintahan dalam waktu dekat akan mengagendakan pembahasan revisi Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2008 yang menjadi dasar pembentukan Bakorwil di Jawa Timur. FATKHURROHMAN TAUFIQ.