Erbagtyo mengatakan dalam sidang jelas terungkap mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri itu menerima Rp 500 juta dari Sjahril Djohan. Hal itu tersingkap dari keterangan Sjahril, Haposan Hutagalung, dan Samsurizal Mokoagouw.
“Sjahril bertemu dengan Samsurizal di kediaman Susno di Jalan Abuserin, Cilandak, saat Sjahril akan menyerahkan uang sebesar Rp 500 juta kepada Susno. Setelah itu, Susno memanggil dan memerintahkan tim penyidik untuk ‘Tangkap, tahan, sita!’ terkait penanganan PT SAL,” ungkap Erbagtyo.
Keterangan Sjahril yang dijelaskan ulang jaksa didukung oleh alat bukti lain berupa data transaksi rekening koran atas nama Haposan Hutagalung di BCA Bidakara, print out parkir Hotel Sultan, dan Laporan Hasil Laboratorium Kriminal Mabes Polri.
Jaksa sendiri menganggap, keterangan Sjahril bisa dipercaya, karena diberikan di bawah sumpah. “Apabila tidak dipercaya seperti keterangan terdakwa, lalu apakah kita semua harus juga tidak percaya atas keterangan di bawah sumpah saksi lain dan alat bukti lain perkara ini?” kata Erbagtyo.
Dalam replik, jaksa juga menjawab serangan pengacara Susno yang disampaikan dalam pleidoi pekan lalu. Dalam pleidoi, pengacara menganggap dakwaan yang menyatakan Sjahril bertemu dengan Samsurizal di Jalan Abuserin, Cilandak, Jakarta Selatan pada 4 Desember 2008, tidak bisa dipertanggungjawabkan. Sebab, dari alat bukti yang dimiliki kuasa hukum, Samsurizal diketahui bertandang ke rumah Susno pada 27 Desember 2008.
Menurut jaksa, alat bukti mengenai tanggal tersebut lemah. Sebab ada kemungkinan, Samsurizal sebenarnya lupa kapan ia bertandang ke Jalan Abuserin. “Perbedaan keterangan mengenai waktu terjadinya tindak pidana bersifat alamiah dan manusiawi, bergantung pada daya ingat manusia yang berbeda-beda,” ujar Erbagtyo.
Lagipula, jaksa lanjut menjelaskan, pada prinsipnya Samsurizal mengaku tidak ingat persis kapan ia datang ke Abuserin untuk minta tanda tangan surat tugas ke Belanda. Selain itu, saat minta tanda tangan ke Susno, surat tugas belum bernomor dan bertanggal, serta visa dan paspor Samsurizal belum siap.
“Dapat dimungkinkan paraf terdakwa tertanggal 27 Desember 2008 merupakan rekaan terdakwa sendiri, karena dengan kedudukan terdakwa selaku mantan Kabareskrim memungkinkan berbuat demikian, walau terdakwa di dalam tahanan sekali pun,” kata Erbagtyo.
Isma Savitri