TEMPO Interaktif, Pontianak - Penyelundupan timah hitam yang berasal dari penambangan ilegal di beberapa kawasan tambang liar di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, ke Bangka, Batam dan luar negeri terus terjadi. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Kalimantan Barat menunding sejumlah polisi di Kepolisian Resor Ketapang ikut berperan.
“Ada data dan informasi bahwa illegal mining masih berjalan di Ketapang dan itu melibatkan sejumlah anggota dan petinggi polisi. Sebenarnya, kuncinya ada apa dengan aparat penegak hukum. Kalau masih saja pertambangan tanpa izin berjalan dan bisa bebas leluasa ditampung kemudian diselundupkan ke luar negeri berarti jelas aparatnya sudah masuk angin,” kata Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Barat, Blaslus Hendi Candra, kepada TEMPO, Senin (28/2).
Menurut Hendi, jika Markas Besar Kepolisian RI tidak sanggup lagi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus membentuk tim monitoring untuk menghentikan dan menghukum siapa saja yang terlibat, mulai dari oknum masyarakat, aparat, para cukong, hingga pejabat . “Bila perlu Komisi Pemberantas Korupsi dilibatkan. Karena ini sudah merupakan kejahatan penggelapan pajak negara, yang pasti nilainya pasti sangat besar,” tambahnya.
Kepala Kepolisian Resor Ketapang Ajun Komisaris Besar Badja Wijaya saat dihubungi TEMPO membenarkan ada anggotanya diduga terlibat kasus tambang liar. “Briptu JS anggota Reskrim sudah kita periksa dan sudah kita pindahkan ke bagian provost agar aktivitasnya mudah diawasi,” kata Badja Wijaya.
Badja Wijawa mengakui pertambangan ilegal jenis pasir timah kerap terjadi di wilayahnya, meskipun sejumlah operasi kerap dilakukan. Tim Mabes Polri dan Kepolisian Daerah Kalimantan Barat beberapa waktu lalu menyita puluhan ton timah hitam bernilai puluhan miliar rupiah di atas kapal yang siap diselundupkan ke laut lepas. Begitu juga Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut.
Dari pemantauan TEMPO di Ketapang, perdagangan gelap timah hitam atau yang popular disebut puyak hitam oleh warga Ketapang ini masih terjadi. Sebagian besar timah yang masih berbentuk pasir itu berasal dari galian tambang liar di sejumlah lahan ilegal di daerah Kabupaten Ketapang seperti daerah Pesaguan, Batu Menangis, Jungkal, Cengkareng, Air Putih, dan Sungai Tayit serta beberapa lokasi di Indotani.
Sejumlah nama disebut-sebut menjadi cukong penampung besar di kalangan para pemain puyak hitam ilegal di Ketapang. Bahkan tak sedikit di antaranya, pernah berurusan dengan polisi karena kedapatan menyimpan puluhan ton puyak hitam di gudangnya.
”Kalau toke besarnya orang Jakarta, dan Bangka pokoknya bekingnya sangat kuat. Semua pemain puyak hitam di Ketapang tahu kok. Buktinya banyak yang ditangkap kok bisa bebas bermain lagi, bahkan gudang untuk penyimpanan timah makin bertambah, ”ungkap sumber TEMPO yang minta namanya tidak disebutkan.
Menurutnya, dalam beberapa bulan ini sudah puluhan kapal yang mengangkut timah illegal keluar dari Ketapang melalui pelabuhan rakyat di di Sungai Kendawangan, Pesaguan, dan perairan Batu Ampar. “Harga puyak hitam di Ketapang sekarang ini tinggi, bisa 110 hingga 120 ribu rupiah per kilonya. Tak jarang timah timah illegal ditampung oleh perusahaan tambang yang hanya memiliki izin lahan tapi hasil tambangnya sedikit,” kata sumber TEMPO ini lagi.
Di daerah Batu Menangis, TEMPO mendapati sejumlah perkampungan baru yang sebagian besar bekerja sebagai penambang liar. Menurut Tarsius, 34 tahun, salah satu penambang, dia telah dua tahun bekerja sebagai penambang emas dan timah. “Aku jual 90 ribu satu kilonya, biasanya sama tukang ojek atau penampung di sini. Memang katanya ada juga polisi yang nampung, tapi tak tau lah itu,” kata bapak dua anak ini kepada TEMPO.
Karena lokasi penggalian tambang cukup jauh dari Kota Ketapang dan rusak, sejumlah pengojek dikerahkan para penadah untuk membeli langsung di lokasi tambang.
“Para pengojek per orang diberi modal sekitar 10 juta rupiah, dikoordinir oleh oknum Briptu JS anggota Polres Ketapang. Kemudian timah-timah itu ditampung melalui jalur Sungai Gantang, Kedawangan, Pematang Gabung, Pesaguan dan Indo Tani Pelang, untuk disimpan di gudang, di sebuah Rumah Toko Jalan Imam Bonjol, samping bengkel Tunas Diesel Folding Gate. Di belakangnya sungai sehingga mudah untuk dinaikkan ke atas kapal. Ada beberapa lagi anggota polisi yang diduga terlibat, kabarnya sedang diproses,” kata seorang perwira di Polda Kalimantan Barat kepada TEMPO.
HARRY DAYA