"Sejak didengungkan pada UNFCC di Bali akhir 2007 lalu, skema perdangan karbon mulai dibangun. Indonesia selaku penggagas perdangan karbon melalui skema REDD masih belum menentukan mekanisme dan metodologi yang tepat untuk pengukuran potensi karbon. Untuk itulah perlu dikembangkan metodologi sederhana dengan hasil perhitungan akurat serta mampu dilakukan masyarakat", kata Rakhmat Hidayat, Direktur Eksekutif KKI Warsi, Jumat (23/1).
Metodologi penghitungan karbon ini menjadi sangat penting untuk menentukan nilai yang akan diterima masyarakat, sebab metodologi ini akan menjadi pembanding metodologi yang dikembangkan broker karbon, dengan menggunakan metodologi sulit, tidak akomodatif terhadap kondisi lokal, serta hanya orang tertentu saja bisa memanfaatkan.
“Hal ini penting diketahui, karena broker juga punya banyak kepentingan dalam transaksi karbon yang akan mereka lakukan. Dengan mengetahui perhitungan karbon bisa diketahui nilai finansial yang akan diterima masyarakat", ujarnya.
Dilihat dari manfaat ini, hutan tidak lagi dipandang sebagai sumber kayu semata, selama ini akibat pemanfaatannya juga menimbulkan kerusakan hutan. “Penghitungan nilai karbon ini, merupakan upaya awal untuk meyakinkan berbagai pihak, terutama masyarakat jika memelihara hutan dan tidak merubahnya menjadi perkebunan skala besar, pertambangan, HTI dan lainnya, tapi bisa memberikan manfaat ekonomi jauh lebih besar.
SYAIPUL BAKHORI