TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mencatat setidaknya sepertiga warga saat ini mengalami gangguan kejiwaan seperti depresi. Jumlah penduduk Kota Yogyakarta sekitar 490 ribu jiwa. Artinya, ada 160 ribu orang yang mengalami gangguan kejiwaan.
"Dari penelitian kami terakhir melalui puskesmas, dua dari sepuluh warga mengalami gangguan jiwa," ujar Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Agus Sudrajat kepada Tempo, Selasa, 29 Agustus 2017.
Agus menegaskan gangguan jiwa berbeda dengan sakit jiwa atau gila. Gangguan jiwa di sini memiliki kompleksitas lebih luas. Seperti depresi atau tertekan, sering marah-marah, darah tinggi, dan gangguan kesehatan akibat psikosomatis seperti maag.
Agus menuturkan gangguan jiwa ini dipicu berbagai persoalan sosial di Yogyakarta. Terutama makin kompleksnya dinamika kota yang makin padat serta pengaruh luar yang mempengaruhi kultur dan tradisi warga Yogya.
"Persaingan untuk memperebutkan ruang di Yogya makin ketat, di jalanan, permukiman, dan ruang publik. Ini menjadikan warga bersumbu pendek," ujarnya.
Untungnya, kata Agus, kultur dan tradisi nrimo (menerima) keadaan di Yogyakarta masih bisa dipertahankan. Jadi, ketika ketimpangan perekonomian kian tinggi, warga miskin bertambah, mental warga Yogya masih tetap dalam kondisi waras untuk berjuang menghadapi hidup meski dalam keterbatasan.
"Kalau sudah hidup dalam kemiskinan, ditambah kultur nrimo-nya warga hilang, itu bisa meledak dan mengarah ke sakit jiwa," ucap Agus.
Untuk mengatasi persoalan gangguan kejiwaan warga, pemerintah kota saat ini tengah menggalakkan Program Indonesia Sehat-Pendekatan Keluarga (PIS-PK). Program ini mengusung konsep patient-center atau berperspektif pasien.
Caranya dengan mengerahkan ratusan personel puskesmas mendata keluarga di wilayah untuk mengetahui para warga yang mengalami gangguan kejiwaan.
"Penanganan bukan semata medis, melainkan lebih banyak terapi psikologis langsung ke keluarga yang memiliki anggota gangguan kejiwaan," tutur Agus. Ada 5 dari 18 puskesmas yang diturunkan Pemerintah Kota Yogyakarta untuk merintis program PIS-PK ini. Di antaranya Puskesmas Mantrijeron, Umbulharjo, Jetis, Mergangsan, dan Gedongtengen.
"Puskesmas yang diturunkan di awal ini yang memiliki penduduk terpadat dengan potensi gangguan jiwa terbesar," kata Agus.
PRIBADI WICAKSONO