TEMPO.CO, Jakarta - Keberagaman dan perbedaan Indonesia kini tak lagi indah bahkan di ambang keruntuhan. Keresahan ini tertangkap dalam tulisan Jeumpa K. Kalila, 14 tahun, murid kelas 3 SMP Madania, Parung, Bogor yang menuliskan catatannya di Indonesiana.
Baca: Marbot Musala Al Hidayah Saksi Kunci Pencurian Amplifier
Sejak kecil, oleh guru dan orang tuanya, Jeumpa terbiasa mendengar frasa “kita harus menerima keberagaman”, “perbedaan bukanlah hal yang buruk”, dan “Indonesia adalah negara yang penuh keragaman.” Bertahun-tahun, Jeumpa menuliskan, ia diajarkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara paling beragam ras, agama, dan sukunya.
Baca: Polisi Buru Lima Tersangka Pengeroyok Zoya
Tapi, ia menangkap kejadian-kejadian belakangan ini berkata sebaliknya. “Kata-kata seperti ‘konflik’ dan ‘bentrok’ terasa lebih sering muncul. Ia pun kini mulai merasakan orang-orang yang berbeda pendapat dengannya akan memaksakan kehendak hingga mengganti pikirannya agar sejalan dengan mereka. Jeumpa khawatir Indonesia tak lagi utuh dan tak lagi beragam.
Selengkapnya baca di sini.
INDONESIANA | ISTI