INFO NASIONAL - Masyarakat Banggai sejak dahulu memiliki budaya berair yang mengajarkan mereka menjaga kebersihan lingkungan. Piala Adipura pertama kalinya berhasil diraih Kabupaten paling Timur dari Provinsi Sulawesi Tengah pada masa pemerintahan Bupati Sudarto ( 1990-2011)2004 silam. Dan kedua kalinya tahun 2017 pada puncak acara peringatan Hari Lingkungan Hidup 2017 dan Landmark Hutan Indonesia di Jakarta.
"Inilah penantian panjang kami selama 13 tahun. Karena sejak berhasil mendapat Adipura pertama kali, kearifan lokal ini seolah dilupakan. Kami mencoba membangkitkan lagi dalam bentuk gerakan moral yang berasal dari kearifan lokal untuk selalu hidup bersih dan memelihara lingkungan hidup yang indah, misalnya masyarakat disetiap rumah tangga yg setiap minggu 'mensube' halaman rumahnya yaitu membersihkan dan menghilangkan sampah dan rumput-rumput dihalaman agar terlihat lebih rapih" ujar Bupati Kabupaten Banggai, Herwin Yatim usai menerima Penghargaan Adipura pada 2 Agustus 2017 di Jakarta.
Baca juga:
Banggai termasuk dalam 16 kota/kabupaten yang meraih penghargaan nasional Adipura, di antaranya Kota Padang, Kota Sawah Lunto, Dan Kabupaten Lampung Utara, lalu 10 penghargaan Kalpataru, 6 Adipura Kencana, 24 Adiwiyata, 9 Nirwasita Tantra untuk 3 gubernur, 3 bupati, dan 3 walikota. Penghargaan ini diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) setiap tahun.
Kabupaten Banggai berada sebuah teluk dengan Ibukota Luwuk yang kebanyakan masyarakatnya berasal suku Saluan, Balantak, dan Banggai. Ada pun Pinasa merupakan singkatan dari "pia na sampah ala" yang berarti lihat sampah ambil yang dari budaya suku Saluan.
"Penghargaan ini sebenarnya upaya kita mengangkat kearifan lokal yang selama ini terlupakan, yaitu gerakan moral bersama tanpa biaya karena kamu punya sejarah keberpihakan dalam menjaga kebersihan lingkungan," ungkap Herwin sumringah.
Baca juga:
Diakui, sejak awal menjabat sebagai Bupati, Herwin sudah memprioritaskan program ini lantaran Banggai terlihat sangat kotor, sering banjir, sungai penuh sampah. Sampah yang menumpuk kebanyakan berasal dari sampah rumah tangga. Namun Herwin menyadari upaya penyadaran masyarakat ini tak akan berhasil kalau dari tingkat atas tidak memberi contoh.
Alhasil saat gerakan moral itu digulirkan, Herwin beserta jajarannya turun ke jalan melakukan kerja bakti setiap Jumat dan Minggu. Tak memunguti sampah di jalan raya yang dipunguti sampahnya, tapi juga selokan hingga sungai dibersihkan secara gotong-royong untuk memberi contoh kepada masyarakat. Perlahan, gerakan ini pun meluas ke sekolah hingga permukiman.
Langkah selanjutnya, dia mewajibkan di setiap instansi pemerintah harus memiliki tempat sampah juga di tiap rumah tangga, "Inilah gerakan moral yang murah tanpa harus mengeluarkan biaya. Di tiap rumah, mereka dengan sukarela menyediakan tempat sampah dan menanam pohon.
"Jadi tidak usah heran kalau datang ke Banggai kita melihat orang memungut sampah di jalan, " ungkapnya.
Tentunya, langka ini diimbangi dengan gerakan menanam pohon di setiap rumah warga. Taman-taman kota dipercantik dan pinggiran pantai di tata. Kini, dia me mulai program bank Sampah sebagai upaya mendaur ulang sampah rumah tangga. Sampah tersebut dijual kepada pihak ke dua, yaitu pengusaha di Surabaya. Pemkab pun tengah mengembangkan sampah organik, bekerja sama dengan Dinas Pertanian Banggai dan mampu mengurangi 40 persen sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Dalam kesempatan itu, Wakil Bupati Banggai Mustar Labolo menambahkan, sesuai data BPS, tingkat pertumbuhan ekonomi Banggai ternyata meningkat tajam dari 33,25 % di tahun 2015 menjadi 35,15 % di tahun 2016 dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2016 mencapai Rp 1.6 triliun. Potensi terbesar didapatkan dari sektor pertanian, perkebunan, hasil laut, perikanan, terutama gas yang mencapai 30 % dari APBD.
"Kami adalah lumbung padi kedua terbesar di Indonesia dan pengekspor octopus terbesar ke Amerika Serikat. Bahkan setiap hari kami mengirim ikan hidup (beserta air) mencapai 1.5 ton ke Hongkong," tandas Mustar.