TEMPO.CO, Jakarta - Suasana meriah mewarnai perayaan Idul Fitri 1438 Hijriah di kalangan muslim perantau dari Indonesia di Tsukuba, Jepang. Setelah salat Ied di Masjid Tsukuba pada jam 08.30 waktu setempat, Ahad, 25 Juni 2017, acara dilanjutkan dengan halal bi halal bersama Perhimpunan Pelajar Indonesia. Sore hingga malam, sebagian perantau bergantian mengundang makan di huniannya untuk bersantap menu khas Lebaran.
Lebih dari 500 jemaah salat Idul Fitri di Masjid Tsukuba, Jepang, bahkan sampai meluber ke luar ruangan. Ceramah disampaikan dengan bahasa Inggris. "Masjid itu tidak megah, masih bangunan semi permanen bekas gudang yang dibeli komunitas muslim Tsukuba," kata Riezki Amalia, Selasa, 27 Juni 2017, berkisah tentang Lebaran di perantauannya.
Baca juga:
Cerita Rindu Anies pada Novel Baswedan Saat Lebaran
Ia merupakan mahasiswi program Doctor of Philosophy (PhD) Biomedical, Department of Experimental Pathology, Tsukuba University-Japan sejak 2013. Penerima beasiswa MEXT (Ministry of Education, Culture, Sports, Science and Technology) itu kini menjelang lulus.
Selama empat kali Lebaran, ia dan keluarganya hanya merayakan di Tsukuba, dan belum pernah di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tokyo, sejauh satu jam perjalanan dengan kereta ekspres bertarif 1.190 Yen sekali jalan.
Beruntung Lebaran kali ini bertepatan dengan hari Ahad. Saat Lebaran di hari kerja, kata Riezki, salat Idul Fitri mulai pukul 06.30 dan selesai 07.30. Setelah itu semua orang biasanya kembali ke aktivitasnya. Riezki biasanya meminta libur khusus kepada professornya di hari Lebaran, suami yang berasal dari Garut juga izin libur kerja, pun anak tunggal mereka izin absen ke sekolah agar bisa bersama keluarga seharian.
Baca pula:
Hari Kedua Lebaran, Jokowi Mudik ke Solo
Dua tahun lalu setelah salat Ied, ia tetap harus datang ke laboratorium karena kebagian jadwal presentasi, setelah itu langsung meminta izin pulang. Saat menelepon orang tua di Bandung, mereka sangat sedih dan rindu rumah. "Walau tetap tidak bisa mengobati kerinduan suasana Lebaran di Indonesia, disini kami belajar bahwa Lebaran tidak perlu dirayakan dengan berfoya-foya, yang terpenting adalah kebersamaan," kata sarjana Kimia dari Universitas Padjadjaran lulusan 2015 itu.
Baru tahun ini keluarganya tidak mengadakan acara Lebaran dengan open house di dormitory atau kamar asrama yang kecil di area kampus. Tahun lalu mereka kewalahan karena tamunya yang mayoritas mahasiswa dan warga lokal berstatus lajang datang membeludak. Antrian panjang itu membuat beberapa teman yang telah selesai makan kemudian pulang untuk bergantian.
Rencananya, Riezki sekeluarga akan pulang September nanti. Ia berniat mengabdi ke almamaternya setelah lulus.
ANWAR SISWADI