TEMPO.CO, Mojokerto - Salah satu peneliti cagar budaya di Gunung Penanggungan, Hadi Sidomulyo, menganggap Gunung Penanggungan layak jadi situs warisan dunia. “Selain bisa jadi ikon bagi Jawa Timur, kalau ditata dengan baik Penanggungan bisa dijadikan monumen nasional dan bahkan situs warisan budaya dunia,” kata Hadi, Jumat, 19 Mei 2017.
Hadi merupakan peneliti asing berkebangsaan Inggris yang sudah puluhan tahun tinggal di Indonesia dan bernama asli Nigel Bullough. Dalam lima tahun terakhir sejak 2012, Hadi bersama sejumlah arkeolog, sejarawan, dan akademisi yang tergabung dalam Tim Ekspedisi Universitas Surabaya (Ubaya) sering mencatat temuan benda, struktur, dan bangunan cagar budaya di Penanggungan. Ubaya kemudian mendirikan pusat informasi, kajian, dan penelitian tentang Penanggungan yang disebut Ubaya Penanggungan Center (UPC) di kompleks Kampus Ubaya Training Center (UTC) Desa Tamiajeng, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto.
Selain memilki bentuk yang unik, menurut Hadi, Penanggungan menyimpan banyak potensi cagar budaya. Hadi mencatat hingga kini sudah 198 situs yang ditemukan dan dicatat di seluruh areal Gunung Penanggungan. Jumlah tersebut termasuk catatan hasil penelitian oleh berbagai peneliti asing dan dalam negeri sejak tahun 1936 hingga awal tahun 2017. Potensi cagar budaya yang ada di Penanggungan beragam mulai dari candi, gua pertapaan, gapura, petirtaan, dan sebagainya.
“Yang paling istimewa adalah jalur kuno yang kami temukan pada tahun 2015 setelah Gunung Penanggungan terbakar hebat. Masih banyak situs-situs yang belum ditemukan,” kata Hadi.
Selain jenisnya yang beragam, tahun pembuatan cagar budaya yanga ada di Penanggungan juga beragam dan mewakili masa klasik di Jawa mulai dari abad ke-10 sampai abad ke-15 Masehi.
“Dari data angka tahun yang ditemukan di Penanggungan, setidaknya bangunan yang ada mewakili masa klasik Jawa selama 534 tahun,” kata Hadi. Yang paling banyak memang berangka tahun pada masa pemerintahan Kerajaan Majapahit mulai abad 12 hingga 15.
Angka tahun pendirian situs yang tertua ditemukan di petirtaan Jolotundo yang berada di kaki Gunung Penanggungan. Berdasarkan inskripsi yang ada di Jolotundo, Jolotundo didirikan 977 Masehi pada masa Empu Sindok. Sedangkan situs termuda di sekitar Gunung Penanggungan adalah candi Merak yang berangka tahun 1500-an Masehi.
Gunung Penanggungan berada di ketinggian 1.659 meter di atas permukaan laut (dpl). Sebagian besar wilayahnya berada di Kabupaten Mojokerto dan sebagian kecil di Kabupaten Pasuruan. Pemeliharaan dan pengawasan segala macam benda, struktur, bangunan, dan situs cagar budaya di Penanggungan secara kelembagaan jadi tanggung jawab Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan, Mojokerto.
“Tanggung jawab pelestarian cagar budaya tidak hanya pada pemerintah tapi juga masyarakat,” kata Kepala BPCB Trowulan Andi Muhamad Said. Said mengakui potensi cagar budaya di Gunung Penanggungan sangat besar. “Sekarang ada sekitar 40 juru pelihara yang bertanggung jawab memelihara dan mengawasi situs-situs yang ada di Penanggungan,” katanya.
Penanggungan telah ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Provinsi melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Timur Nomor 188/18/KPTS/013/ 2015 tanggal 14 Januari 2015. Rencananya akan diusulkan menjadi Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional. “Untuk menjadikannya sebagai cagar budaya nasional perlu kajian-kajian lebih mendalam lagi,” kata Said.
ISHOMUDDIN