TEMPO.CO, Brebes - Tokadi, orang tua korban perdagangan manusia di Malaysia tak menyangka, anaknya, Ahmad Ghozali terjerumus dalam praktek jual beli orang itu. Dia percaya begitu saja ketika seorang tetangga, Tarmudi, mengajak anaknya bekerja ke luar negeri. "Ya karena dia (Tarmudi) sudah biasa (merekrut tenaga kerja) saya percaya saja," kata warga Desa Cenang, Kecamatan Songgom, Brebes, itu.
Pada akhir November 2016, Ghozali bersama tujuh rekannya berangkat menggunakan jalur laut dari Batam ke Malaysia. Saat itu, dia mulai merasakan gelagat tidak beres. Hal itu diungkapkan Ghozali kepada orang tuanya. "Saya bilang, ya sudah jalani dulu karena sudah terlanjur sampai saja," ujar Takodi.
Baca juga:
Jual-Beli Manusia ke Malaysia (01), Alur Transfer Rp 2 Miliar
Tapi, belakangan, dia mendapat kabar jika anaknya ternyata ditangkap pihak imigrasi setempat pada pertengahan Januari 2017 lalu. Mereka dianggap sebagai warga negara tidak resmi. Seorang tetangga yang sudah menjadi TKI di sana mengirimkan video tayangan televisi tentang penangkapan itu kepada Takodi. Dia kaget bukan kepalang wajah anaknya muncul dalam video itu.
Sejak saat itu, Takodi langsung menemui Tarmudi dan meminta pertanggungjawaban. Tapi tidak mendapat respon. "Sudah empat kali saya ke sana tapi jawabannya sama, 'nanti diusahakan, nanti diusahakan' tapi tidak ada buktinya," kata dia.
Baca pula:
Jual-Beli Manusia ke Malaysia (02), Identitas dan Paspor Bodong
Tak puas dengan jawaban Tarmudi, pada Senin, 20 Maret 2017, keluarga korban melaporkan Tarmudi, ke pihak Kepolisian Resor Brebes. "Ini supaya tidak ada lagi tenaga kerja yang nasibnya seperti anak saya," kata Tokadi.
Sementara itu, Tarmudi, berjanji akan bertanggungjawab memulangkan delapan pemuda tersebut. "Bagaimanapun saya akan kejar terus agennya," ujar dia.
Silakan baca:
Jual-Beli Manusia ke Malaysia (03), Siapa Cukongnya?
Tarmudi mengungkapkan delapan orang yang dikirim ke Malaysia itu bekerja di pabrik pembuatan keset dengan gaji 900 ringgit per bulan. Tapi, ada potongan 2.500 ringgit selama 10 bulan. Dia tidak menjelaskan untuk apa potongan gaji tersebut. “Memang dari sananya ada potongan,” ujar dia.
Infografik: Berdagang Orang ke Malaysia
Dia membenarkan jika calon TKI yang dibawanya menggunakan jalur laut. Bahkan, dia mengakui jika visa yang digunakan bukan visa kerja, tapi visa kunjungan. “Tapi itu untuk sementara, sambil nunggu visa kerja di sana,” ujar dia.
Setiap kali mengirimkan orang ke Malaysia, dia mengaku mendapat fee dari agen pengirim. Tapi dia enggan menyebut berapa besaran uang yang didapatkan. "Ya paling buat uang bensin. Kalau untuk TKW (tenaga kerja wanita) memang per orangnya Rp 2 juta,” katanya.
Investigasi: Jaringan 'Mafia' Penjual Manusia
Sementara itu, menurut Anggota Satuan Gugus Tugas Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Kabupaten Brebes, Rini Pujiastuti, kasus yang dialami 8 TKI tersebut sudah mengidikasikan ada unsur perdagangan orang. "Karena memang keberangkatan mereka tidak disertai dokumen yang lengkap," katanya.
MUHAMMAD IRSYAM FAIZ
Video Terkait:
Investigasi Majalah Tempo: Perdagangan Manusia ke Malaysia
Korban Perdagangan Manusia, 8 TKI Brebes Diselundupkan Lewat Laut