Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kasus E-KTP, Alasan KPK tidak Pakai Pasal Penyuapan

Editor

Budi Riza

image-gnews
Sejumlah peserta membawa poster berisi tuntutan saat menggelar aksi Gerakan Sapu Koruptor e-KTP di area Car Free Day di kawasan MH Thamrin, Jakarta, 19 Maret 2017. TEMPO/Febri Husen
Sejumlah peserta membawa poster berisi tuntutan saat menggelar aksi Gerakan Sapu Koruptor e-KTP di area Car Free Day di kawasan MH Thamrin, Jakarta, 19 Maret 2017. TEMPO/Febri Husen
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mengemukakan alasan pihaknya tidak menggunakan pasal suap atau gratifikasi dalam penanganan korupsi e-KTP. Penyebabnya adalah adanya indikasi kerugian negara dalam kasus ini dan untuk menyelamatkan aset milik negara.

"Konstruksi besar kasus ini adalah indikasi tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara. Kami menguraikan sejak proses pada 2009 dan 2010, serta proyeknya baru pada 2011-2012," kata Febri Diansyah, juru bicara KPK, di kantornya, Jakarta, Senin, 20 Maret 2017.

Baca: Gara-gara Kasus E-KTP, Menteri Tjahjo Kumolo Pusing

Febri menjelaskan, jika menggunakan pasal penyuapan, kerugian negara yang mencapai sekitar Rp 2,3 triliun sulit dikembalikan.

Dalam konstruksi hukum terdapat apa yang disebut dengan absorbsi atau penyerapan dari pasal suap dan gratifikasi karena ada indikasi memperkaya diri sendiri atau orang lain di pasal 2 dan pasal 3.

"Ketika kami menemukan indikasi sejumlah dana untuk meloloskan APBD, tentu itu gratifikasi. Beda dengan e-KTP karena indikasinya merugikan keuangan negara. Kalau menggunakan pasal suap, sejak awal akan terlepas dari asset recovery Rp 2,3 triliun. Jadi fokus KPK juga untuk menyelamatkan aset negara," kata Febri.

Baca: Sidang E-KTP, Wakil Ketua KPK Isyaratkan Ada Tersangka Berikutnya

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Meski tidak menggunakan pasal suap, Febri menambahkan, KPK tidak menutup kemungkinan menjerat para penerima aliran dana korupsi dengan pasal suap jika ada bukti yang cukup. "Jika memang ada pihak lain dari konstruksi besar terindikasi merugikan negara akan ditelaah lebih lanjut," kata Febri.

Sebagaimana diketahui, dalam dakwaan yang dibacakan jaksa pada sidang perdana korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, ada sejumlah nama yang disebut menerima aliran dana dari korupsi e-KTP.

Namun dana yang sejumlah besar dibagikan oleh Andi Agustinus atau Andi Narogong itu tidak berasal dari APBD karena pembagian uang disebut terjadi pada 2010, sedangkan proyek e-KTP menggunakan anggaran 2011-2012.

 GRANDY AJI

Video Terkait:

Dituduh Terima Duit E-KTP, Melchias Markus Laporkan Andi Narogong ke Polisi
Mendagri Tjahjo Kumolo Menjawab Pertanyaan Netizen soal E-KTP
Kasus E-KTP, Gamawan: DPR Yang Inginkan Proyek Ini Gunakan APBN
Kasus E-KTP: Eks Sekjen Kemendagri Akui Bertemu Setya Novanto Bersama Dengan Terdakwa
Eks Sekjen Kemendagri Akui Terima Uang 500 US Dollar Dari Irman dan Andi Narogong

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Maju Mundur KPK Panggil Kaesang Soal Dugaan Gratifikasi, Kenapa Alexander Marwata dan Nurul Ghufron Beda Sikap?

1 jam lalu

Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep (kiri) mengembalikan bola saat bertanding di tengah kegiatan pemberian surat rekomendasi kepada calon kepala daerah (Cakada) 2024 di Kebayoran Lama, Jakarta, Jumat 2 Agustus 2024. PSI memberikan surat rekomendasi kepada 11 calon kepala daerah yaitu wilayah Provinsi Papua Barat, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Buru Selatan, Kabupaten Lombok Timur, Kota Tual, Kabupaten Nias, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Dompu, Kabupaten Intan Jaya, dan Kabupaten Teluk Bintuni. ANTARA FOTO/Fauzan
Maju Mundur KPK Panggil Kaesang Soal Dugaan Gratifikasi, Kenapa Alexander Marwata dan Nurul Ghufron Beda Sikap?

KPK terlihat ragu panggil Kaesang untuk klarifikasi soal dugaan gratifikasi jet pribadi. Nurul Ghufron dan Alexander Marwata beda sikap?


Serba-serbi Dugaan Gratifikasi Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu

2 jam lalu

Pasangan calon gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution-Surya usai menjalani pemeriksaan kesehatan di RSUP Haji Adam Malik Medan, Senin, 2 September 2024. TEMPO/ Mei Leandha
Serba-serbi Dugaan Gratifikasi Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu

Bobby Nasution tidak menjelaskan secara detail apakah jet pribadi yang dinaikinya sesuai dengan foto yang beredar. Soal gratifikasi?


Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Langgar Kode Etik Soal Intervensi Mutasi ASN Kementan

3 jam lalu

Terperiksa Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengikuti sidang pembacaan surat amar putusan pelanggaran etik, di gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat, 6 September 2024. TEMPO/Imam Sukamto
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Langgar Kode Etik Soal Intervensi Mutasi ASN Kementan

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terbukti melakukan pelanggaran kode etik soal penyalahgunaan pengaruh atau jabatan di balik mutasi ASN Kementan.


Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Terbukti Langgar Kode Etik, Berikut Sejumlah Kontroversinya Termasuk Soal Kaesang

4 jam lalu

Terperiksa Wakil Ketua KPK, Nurul Gufron, mengikuti sidang pembacaan surat amar putusan pelanggaran etik, di gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat, 6 September 2024. TEMPO/Imam Sukamto
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Terbukti Langgar Kode Etik, Berikut Sejumlah Kontroversinya Termasuk Soal Kaesang

Dewa KPK putuskan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terbukti lakukan pelanggaran kode etik. Berikut sejumlah kontroversi Ghufron, termasuk soal Kaesang.


Dewas KPK Putuskan Nurul Ghufron Langgar Kode Etik, Begini Kilas Balik Kasusnya

4 jam lalu

Terperiksa Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengikuti sidang pembacaan surat amar putusan pelanggaran etik, di gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat, 6 September 2024. TEMPO/Imam Sukamto
Dewas KPK Putuskan Nurul Ghufron Langgar Kode Etik, Begini Kilas Balik Kasusnya

Dewas KPK vonis Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terbukti melanggar kode etik dan menjatuhkan sanksi sedang berupa teguran tertulis dan pemotongan gaji.


Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Divonis Langgar Etik, Pernah Sebut Kaesang Tidak Wajib Laporkan Terima Gratifikasi

13 jam lalu

Terperiksa Wakil Ketua KPK, Nurul Gufron, mengikuti sidang pembacaan surat amar putusan pelanggaran etik, di gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat, 6 September 2024. TEMPO/Imam Sukamto
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Divonis Langgar Etik, Pernah Sebut Kaesang Tidak Wajib Laporkan Terima Gratifikasi

Dewas KPK vonis Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terbukti melanggar kode etik dan menjatuhkan sanksi sedang berupa teguran tertulis dan pemotongan gaji.


Faisal Basri Pernah Jadi Saksi Ahli Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar Sengketa Pilpres 2024 di Sidang MK

13 jam lalu

Faisal Basri menjadi ahli dari pemohon calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Amin) dalam perkara sidang perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin 1 April 2024. TIM Hukum Nasional (Amin) menghadirkan 7 ahli dan 11 saksi. TEMPO/Subekti.
Faisal Basri Pernah Jadi Saksi Ahli Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar Sengketa Pilpres 2024 di Sidang MK

Faisal Basri pernah menjadi saksi ahli Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar sengketa Pilpres 2024 di Sidang MK. Berikut beberapa pon yang disampaikannya.


Ragam Reaksi terhadap Putusan Dewas KPK yang Beri Sanksi Sedang untuk Nurul Ghufron

14 jam lalu

Terperiksa Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengikuti sidang pembacaan surat amar putusan pelanggaran etik, di gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat, 6 September 2024. TEMPO/Imam Sukamto
Ragam Reaksi terhadap Putusan Dewas KPK yang Beri Sanksi Sedang untuk Nurul Ghufron

IM57+ Institute menyatakan putusan Dewas KPK harus menjadi dasar bagi Pansel Capim KPK untuk mendiskualifikasi Nurul Ghufron.


Kala Pimpinan KPK Beda Pendapat Soal Kaesang

17 jam lalu

Plt Ketua KPK Nawawi Pomolango bersama Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, dan Nurul Ghufron mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 11 Juni 2024. Dalam rapat tersebut, Nawawi Pomolango mengusulkan kenaikan anggaran untuk tahun 2025 sebesar Rp 117 miliar dari total pagu indikatif Rp 1,23 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Kala Pimpinan KPK Beda Pendapat Soal Kaesang

Pimpinan KPK beda suara soal Kaesang Pangarep. Ada yang meminta tetap mengklarifikasi dugaan gratifikasi, ada pula yang tidak mewajibkannya.


KPK Batal Panggil Kaesang Pangarep, Ini Kata Ahli Hukum Pidana UI

22 jam lalu

Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep (kanan) saat hadir di Kantor DPP PSI, Jakarta, Rabu 4 September 2024. ANTARA/HO-PSI
KPK Batal Panggil Kaesang Pangarep, Ini Kata Ahli Hukum Pidana UI

Ahli Pidana UI menilai KPK bisa memanggil Kaesang Pangarep berdasarkan undang-undang.