TEMPO.CO, Denpasar - Ribuan warga adat Bali turun ke jalan melakukan aksi menolak reklamasi Teluk Benoa. Aksi kali ini bertepatan dengan pelaksanaan WOS atau World Ocean Summit yang diadakan di Nusa Dua, Bali, yang berlangsung pada 22-24 Februari 2017.
Koordinator Pasubayan Desa Adat Tolak Reklamasi I Wayan Swarsa mengatakan aksi ini untuk menunjukkan kepada dunia bahwa tidak bisa semena-mena menjalankan kepentingan bisnis di laut. Swarsa menjelaskan, Bali menjadi suatu contoh bahwa rakyat memiliki komitmen yang kuat untuk menolak reklamasi di Teluk Benoa.
Baca juga: Bank Dunia Segera Serahkan Kajian Awal Reklamasi Teluk Benoa
"Di dalam pandangan adat, sesuatu itu terjadi bukan hanya karena rencana, maka aksi ini memang harus terjadi. Kebetulan hari ini ada suatu acara dunia berbicara tentang ranah bisnis di laut," katanya, Kamis, 23 Februari 2017.
Ribuan massa aksi bergerak mengelilingi lapangan Niti Mandala Renon, Denpasar. Sepanjang jalan orasi terus dikumandangkan meminta Presiden Joko Widodo mencabut Perpres 51 Tahun 2014. Warga adat memusatkan demonstrasi di depan kantor Gubernur Bali. Di sana para muda-mudi dari berbagai kabupaten di Bali bergantian orasi.
Baca pula:
Tokoh Anti-Reklamasi Teluk Benoa Tolak Logika...
Soal Reklamasi Teluk Benoa, Gubernur Bali Tak Mau...
Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) I Wayan 'Gendo' Suardana menuturkan bahwa aksi ini sekaligus untuk mengawal World Ocean Summit. "Kami mendapat informasi, bahwa di sana membahas tiga hal pokok. Pertama, kerangka kerja investasi berkelanjutan di laut, kedua tentang sampah di laut, yang ketiga soal perikanan berkelanjutan," tuturnya.
Gendo menegaskan bahwa aksi rakyat adat Bali ini juga bertujuan untuk mengkritisi World Ocean Summit. Ia berharap dari pertemuan tingkat dunia itu bisa digunakan untuk menjaga laut. "Bukan kemudian menjadi irisan kepentingan dari pihak swasta, karena kami dengar World Ocean Summit ini juga pertemuan antarnegara. Ada ratusan CEO pihak swasta yang berkepentingan dengan investasi di laut," ujarnya.
Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) itu menjelaskan kritik terhadap World Ocean Summit dianggap penting. Alasannya, kata dia, supaya investasi di laut tidak dilakukan menggunakan cara-cara destruktif seperti reklamasi.
"Di Bali, kami sedang menghadapi reklamasi Teluk Benoa. Kami juga tidak mau ada upaya manipulasi tata kelola sampah di laut dengan bahasa revitalisasi," katanya. "Masyarakat ingin laut dijaga tanpa upaya sampingan atau hidden agenda untuk melakukan reklamasi," ujar Gendo.
BRAM SETIAWAN
Baca juga:
Jokowi Akan ke Australia, Setelah Kasus Pelecehan Pancasila
Akses ke Siti Aisyah Terhambat, Indonesia Ingatkan Malaysia