TEMPO.CO, Pangkalpinang – Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Kepulauan Bangka Belitung menyita 1.413 kilogram pasir timah basah yang diduga ilegal.
Polisi juga menangkap dua orang pemilik dan pemodal bisnis ilegal tersebut, yakni HS, warga Desa Benteng Kota, Kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka Barat, dan DO, warga Jalan Imam Bonjol, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bangka Belitung Ajun Komisaris Besar Abdul Munim mengatakan pasir timah basah itu disita setelah polisi menerima informasi adanya penampungan timah ilegal di salah satu gudang milik HS di Benteng.
Baca: Menelisik Jejak Firza Husein di Pontianak
“Pasir timah tersebut ditempatkan dalam 36 kampil (karung) dengan total berat 1.413 kilogram. Selain mengamankan dua orang pelaku, polisi turut mengamankan barang bukti 1 unit mobil Toyota Hilux dengan pelat nomor BN 9220 LD, dua lembar surat tanda terima dan surat angkut dari PT Timah, dan tiga buah buku catatan penjualan pasir timah berwarna oranye, hijau, dan cokelat,” ujar Abdul, Jumat, 3 Februari 2017.
Abdul menuturkan, modus operandi yang digunakan pelaku adalah dengan membeli, mengumpulkan, dan mengirim pasir timah basah ke gedung milik HS. Pasir timah tersebut berasal dari penambang di lokasi DAM 3 Desa Pinang Sebatang, Desa Tegak Karya, dan penambang di pantai Pasir Kuning Kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka Barat.
Lihat: Densus 88 Geledah Dua Rumah Terduga Teroris di Boyolali
“Timah tersebut ilegal karena didapat bukan dari lokasi Kelanci yang merupakan wilayah izin usaha pertambangan PT Timah dan tidak sesuai dengan SPK yang dimiliki pelaku,” ujarnya.
Abdul berujar, penyidik masih mengembangkan perkara tersebut untuk mengetahui siapa atau korporasi mana yang menampung timah milik kedua pelaku itu. Keduanya kini intensif diperiksa di Markas Polda Kepulauan Bangka Belitung.
“Pelaku kami jerat dengan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Ancaman hukumannya adalah penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar,” kata Abdul.
SERVIO MARANDA