TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani menilai tertangkapnya hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah sesuatu yang biasa-biasa saja. Menurut Ismail, Patrialis adalah seseorang yang memburu jabatan. Itu terlihat dari beberapa kali Patrialis melamar sebagai hakim MK dan berusaha mempertahankan jabatannya sebagai Menteri Hukum dan HAM pada 2009.
Ismail menuturkan, pada 2008 Patrialis melamar menjadi hakim MK. Namun akhirnya kalah oleh Akil Mochtar yang saat ini juga terseret perkara sengketa pilkada dan dipenjara seumur hidup. Pada 2013, kata Ismail, Patrialis kembali melamar menjadi hakim MK melalui jalur Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), namun akhirnya mengundurkan diri.
Baca: KPK Lembur Geledah Ruang Patrialis Akbar hingga Jumat Pagi
Menurut Ismail, seharusnya panel ahli menolak lamaran Patrialis. Sebab, sikap kenegarawanan dia dipertanyakan. “Ya, indikasinya sederhana saja. Kalau memburu jabatan ya sudah harus dicoret mestinya,” kata dia kepada Tempo di Setara Institute Jakarta, Jumat, 27 Januari 2017.
Ismail menambahkan persoalan lain selain kenegarawanan Patrialis adalah soal kualitas. Ia menduga Patrialis memiliki kepentingan dan pengaruh tertentu selama menjabat. “Dari segi kualitas orang, semua juga meragukan,” kata dia.
Menurut Ismail, apabila dilihat dari rekam jejak, Patrialis lebih tepat dianggap mewakili aktor politik yang didudukkan dalam MK dibanding mewakili sosok akademisi yang ditempatkan di MK. Ia menilai 'wajah' Patrialis memang wajah politik. Patrialis juga berasal dari Partai Amanat Nasional. Ia pun sempat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Simak Pula: Sufriyeni, Istri Patrialis Akbar: Suami Saya Orangnya Baik
KPK menangkap tangan Patrialis pada Rabu malam, 25 Januari 2017. Ia diduga menerima suap dari pengusaha impor daging, Basuki Hariman sebesar Sin$ 200 ribu atau setara Rp 2,15 miliar. Duit itu sebagai kompensasi untuk menolak uji materi Undang-Undang tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jika uji materi itu dikabulkan, diduga akan membuat bisnis impor daging yang digeluti Basuki menjadi seret.
Patrialis ditangkap di Mall Grand Indonesia dan langsung digelandang ke ruang penyidik KPK. Ia diperiksa hingga Jumat dini hari, 27 Januari 2017. Begitu keluar ruangan, Patrialis terlihat memakai rompi warna oranye sebagai tanda telah menjadi tersangka KPK dan digiring ke tahanan.
Lihat: Fadli Zon Pertanyakan OTT KPK pada Patrialis Akbar
Namun Patrialis menegaskan tak pernah membicarakan uang dengan Basuki. Menurut dia, Basuki adalah bukan orang yang turut berperkara dalam uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014. Sementara itu, uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 diregistrasi pada 29 Oktober 2015 dengan nomor perkara 129/PUU-XIII/2015. Ada enam pihak yang menjadi pemohon, salah satunya Teguh Boediyana, seorang peternak sapi. Sementara Patrialis menjadi salah satu hakim dari sembilan hakim yang memutus perkara tersebut.
DANANG FIRMANTO