TEMPO.CO, Surabaya - Direktur PT Sempulur Adi Mandiri, Sam Santoso, yang dianggap sebagai saksi kunci dalam perkara dugaan korupsi penjualan aset PT Panca Wira Usaha, tidak hadir dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Dahlan Iskan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Jumat, 13 Januari 2017. Padahal, jaksa meminta Sam bersaksi di persidangan bersama tiga saksi lain.
Hingga persidangan selesai sekitar pukul 16.00, hanya tiga saksi yang memberikan kesaksiannya. Mereka adalah Direktur Utama PT Sempulur, Oepojo Sardjono, serta dua mantan karyawan notaris Warsiki Poernomowati, Sri Indrawati dan Muhammad Ridwan. Oepojo lebih dulu memberikan kesaksiannya. Setelah itu, baru Sri dan Ridwan memberikan kesaksiannya secara bersamaan.
Baca: Sidang Dahlan Iskan, Jaksa Hadirkan 4 Saksi
Dalam kesaksiannya, Oepojo mengatakan bahwa negoisasi dan transaksi jual-beli aset PT PWU di Kediri senilai Rp 17 miliar dilakukan oleh Sam. Itu dilakukan sebelum dibentuknya PT Sempulur. "Apakah sebelumnya ada tender atau tidak, saya tidak tahu. Saya hanya diajak kongsi," ujarnya. Dari kongsi itu, dia mendapatkan 25 persen di PT Sempulur. Dia mangaku Sam baru melibatkannya dalam proses jual-beli aset di Tulungagung senilai Rp 8,75 miliar setelah PT Sempulur terbentuk pada 29 Mei 2003.
Oepojo mengaku pertama kali mengetahui dan mengenal terdakwa Dahlan Iskan selaku Direktur Utama PT Panca Wira Usaha ketika membuat akta jual-beli aset di Kediri di hadapan notaris Warsiki Poernomowati pada 3 Juni 2003. "Adapun jual-beli asat yang di Tulungagung seingat saya Pak Dahlan memberikan kuasa kepada orang lain."
Setelah pertemuan itu, Oepojo bersama Sam bertemu dengan jajaran direksi PT PWU, termasuk Dahlan dan Wisnu Wardhana, selaku ketua tim penjualan aset, di Kantor PT PWU di Surabaya. "Pertemuannya dengan banyak orang. Saya lupa siapa saja," katanya. Dahlan pun tidak keberatan atas kesaksian Oepojo.
Walaupun menjabat sebagai Dirut PT Sempulur, Oepojo mengatakan semua hubungan terkait dengan PT PWU harus sesuai perintah Sam, termasuk menemui Wisnu di kantor Sam. Pertemuan itu terjadi sebelum ada akta pendirian PT Sempulur. Namun dia mengaku tidak mengetahui siapa Wisnu Wardhan di PT PWU. "Saat itu Pak Wisnu memberi dokumen, tapi saya lupa dokumen apa."
Ditanya soal hubungan antara Sam dengan Wisnu Wardhana, Oepoyo mengatakan tidak tahu banyak. Menurut cerita Sam, kata dia, sebelum adanya transaksi jual-beli aset, rekannya itu pernah membantu Wisnu menangani perusahaan milik PT PWU di Tulungagung yang bergerak di bidang pembuatan keramik (perusahaan itu yang kemudian dibeli PT Sempulur).
Sementara itu, Sri Indarwati dan Muhammad Ridwan, dua mantan karyawan notaris Warsiki Poernomowati yang menjadi saksi pembuatan akta jual-beli aset PT PWU, mengatakan penandatanganan akta PT PWU dilakukan di Surabaya, tepatnya di gedung Graha Pena, kantor koran Jawa Pos milik Dahlan. "Hadir dalam pertemuan itu Sam dan Oepojo beserta istrinya," kata Sri yang mengaku hadir dalam pertemuan itu.
Ketua penasehat hukum terdakwa, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan kesaksian tiga saksi tersebut tidak mengungkap peran kliennya dalam penjualan dan negoisasi aset. "Semua dilakukan para staf. Klien kami hanya menandatangani penjualan aset di proses akhir," katanya. Menurut dia, keterangan para saksi justru meringankan kliennya.
Yusril menambahkan, di persidangan terungkap bahwa ada sedikit kekhilafan, termasuk yang dilakukan saksi-saksi, dalam penjualan aset PT PWU di Kediri dalam transkai jual-beli termasuk. Ternyata saat itu HGB-nya berakhir. Sehingga akta-jual beli dibatalkan, lalu disusun dua akta baru, yaitu akta penjualan bangunan dan akta pelepasan hak. Tapi nilainya sama," kata dia.
NUR HADI
Baca juga:
Suap E-KTP, Mantan Sekjen Kemendagri Dihadapkan Saksi Lain
Ini Cara Cegah Dinasti Politik ala Bupati Klaten Terulang