TEMPO.CO, Jakarta - Rektorat Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon membredel pers kampus bernama Koran Lintas. Koran Lintas dibredel setelah media itu memberitakan dugaan kasus pencabulan seorang mahasiswa oleh salah satu dosen di kampus itu. "Koran kami ditarik paksa pihak kampus karena kami menulis kasus dugaan pencabulan oleh dosen," kata redaktur Koran Lintas, Ihsan Reliubun, kepada Tempo, kemarin.
Laporan yang dipersoalkan itu terbit di Koran Lintas edisi 11 Desember lalu. Berita itu menyampaikan hasil wawancara terhadap seorang mahasiswa yang mengaku telah dicabuli dosennya. Peristiwa itu diduga terjadi ketika korban menjalani ujian susulan tengah semester seorang diri di rumah dosen tersebut. Menurut penuturan korban, dosen tersebut lah yang meminta dia menjalani ujian susulan di sana.
Dalam artikelnya, Koran Lintas telah mencantumkan konfirmasi kasus itu ke pihak terduga. Dosen tersebut mengakui bahwa ia memang mengadakan ujian susulan di rumahnya, tapi ia membantah telah melakukan pelecehan seksual. Dalam artikel itu, Koran Lintas tidak menulis nama lengkap korban ataupun terduga pelaku, semuanya ditulis dalam inisial.
Pemberitaan tentang kasus itu sempat memicu aksi demonstrasi mahasiswa menuntut pihak kampus mengusut dugaan kasus pencabulan itu. Namun pihak Rektorat IAIN Ambon justru menarik Koran Lintas. "Katanya kami sudah mempermalukan IAIN Ambon,” kata Ihsan. Pihak rektorat juga meminta para awak redaksi Koran Lintas mengundurkan diri dari organisasi pers kampus karena Koran Lintas akan dibekukan.
Dihubungi terpisah, Rektor IAIN Ambon Hasbollah Toisuta membenarkan pihaknya membredel Koran Lintas. Menurut dia, Koran Lintas telah melakukan kesalahan karena memberitakan hal yang belum terbukti benar. "Kalau ada fakta-fakta yang menjurus (ke tindak pencabulan), tidak ada problem," ucap Hasbollah.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI), Vito Irwan Sakir, mengecam pembredelan Koran Lintas oleh pihak Rektorat IAIN Ambon. Menurut dia, Koran Lintas sudah menulis secara profesional dan sesuai dengan kode etik. Bila ternyata berita tersebut masih dianggap bermasalah, semestinya persoalan sengketa jurnalistik diselesaikan sesuai dengan mekanisme di Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. "Seharusnya, kalau ada pihak yang merasa dirugikan pemberitaan, dapat menempuh jalur hak jawab," ujarnya kemarin.
AVIT HIDAYAT