TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan, menginjak hari ke-9 pascagempa di Aceh, penanganan tanggap darurat terus dipercepat.
Dia menjelaskan, masa tanggap darurat berlaku selama 14 hari sejak kejadian gempa, yaitu 7 Desember, dan berakhir pada 20 Desember 2016. “Evaluasi penanganan terus dilakukan setiap hari dari tiap-tiap cluster nasional, seperti cluster pengananan pengungsi, kesehatan, logistik, dan lainnya,” kata dia melalui pesan WhatsApp, Kamis, 15 Desember 2016.
Menurut Sutopo, Presiden Joko Widodo terus memantau perkembangan penanganan tanggap darurat ini. Rencananya, Jokowi kembali ke Pidie Jaya pada hari ini untuk mengunjungi beberapa lokasi dan bertemu langsung dengan warga Pidie.
BNPB mencatat, hingga Kamis, 15 Desember, 103 orang meninggal akibat gempa bumi di Aceh. Dari jumlah itu, 96 orang meninggal di Pidie Jaya, 2 orang di Pidie, dan 5 orang di Bireuen. “Tujuh korban belum dapat diidentifikasi karena bukan warga lokal yang berkunjung ke Pidie Jaya saat kejadian gempa dan tertimbun bangunan roboh,” ucap Sutopo.
Dari 103 korban meninggal, kata dia, 96 ahli waris sudah menerima santunan duka cita dari pemerintah sebesar Rp 15 juta per orang. Tujuh korban meninggal yang belum teridentifikasi akan diberi santunan oleh Kementerian Sosial.
Sutopo mengatakan korban luka ada sebanyak 700 orang, yaitu 168 luka berat dan 532 luka ringan. Pemerintah telah memberikan santunan kepada semua korban luka berat. Pemerintah juga menggratiskan biaya pengobatan korban luka akibat gempa ini.
Menurut Sutopo, 40 pasien masih dirawat di selasar atau di luar Rumah Sakit Umum Daerah Pidie Jaya karena bangunan rumah sakit rusak. “Pasien juga merasa nyaman di luar karena takut adanya gempa susulan,” ujarnya. Dia mengatakan tenaga medis, obat-obatan, dan sarana medis mencukupi untuk merawat korban.
Berdasarkan data sementara rumah rusak yang dilaporkan ke posko utama di Pidie Jaya terus bertambah. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta beberapa ahli bangunan dari Institut Teknologi Bandung dan Universitas Syiah Kuala terus mendata tingkat kerusakan bangunan. Data rumah rusak sementara adalah 16.238 unit, yang terdiri atas 2.536 rusak berat, 2.473 rusak sedang, dan 11.329 rusak ringan.
Sutopo mengatakan setiap hari BNPB yang ditugaskan oleh bupati menyalurkan bantuan Rp 40 juta per rumah rusak berat dan Rp 20 juta per rumah rusak sedang-ringan. “Ini adalah mekanisme yang baru dibanding periode sebelumnya dalam penanganan bencana,” katanya. Sebelumnya, kata dia, pemerintah menunggu semua verifikasi selesai, baru bantuan disalurkan. “Tapi saat ini, sesuai dengan arahan Presiden, dilakukan bertahap sesuai dengan hasil verifikasi harian. Cara ini akan lebih cepat.”
Menurut dia, pengalaman sebelumnya, mekanisme penetapan rumah rusak selalu memerlukan waktu lama karena jumlah rumah terus bertambah.
Sementara itu, jumlah pengungsi menjadi 85.161 orang. Mereka terdiri atas pengungsi di Pidie Jaya 82.122 orang, Pidie 1.295 orang, dan Bireuen 1.324 orang. “Semua pengungsi di Bireuen menumpang pada kerabatnya. Sebagian besar pengungsi membangun tenda atau barak di sekitar lingkungan rumahnya,” kata Sutopo. Meskipun rumahnya roboh atau rusak berat, umumnya pengungsi nyaman tinggal di tenda dekat rumahnya sambil mengawasi harta miliknya daripada ditempatkan di pengungsian.
Secara umum, kata dia, penyaluran bantuan dan logistik mencukupi. “Peran pemerintah, pemda, NGO, relawan, dan masyarakat sangat nyata membantu korban bencana gempa di Aceh,” ujar Sutopo.
REZKI ALVIONITASARI