TEMPO.CO, Samarinda – Pengadilan Negeri Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, menjatuhkan hukuman mati terhadap Jurjani alias Ijur, 45 tahun, warga Sangkulirang, karena terbukti memperkosa dan membunuh balita. Putusan majelis hakim, Selasa, 13 Desember 2016, itu lebih berat daripada tuntutan jaksa berupa penjara seumur hidup.
Ijur adalah pelaku pembunuhan sadistis terhadap balita perempuan, Neysa Nur Azlya, 4 tahun, pada Juli 2016. Balita cantik asal Sangkulirang ini dibunuh dengan cara sadistis. Setelah dibekap selama 30 menit dan memastikan tewas, Ijur mencabulinya. Tak cukup sampai di situ, Ijur, yang ingin menghilangkan barang bukti, membakar jenazah Azlya menggunakan dahan pohon kelapa kering dan ranting pohon.
”Terdakwa divonis hukuman mati. Dia tertunduk dan terlihat sedih setelah mendengar putusan itu,” kata Humas PN Sangatta, Andreas Pungky Maradona, saat dihubungi Rabu, 14 Desember 2016.
Setelah membunuh, Ijur melarikan diri dan tertangkap di Kota Balikpapan sepekan setelah pembunuhan. Ia juga sempat melarikan diri ke Banjarmasin.
Andreas Pungky Maradona, yang juga anggota majelis hakim, menyatakan, dalam persidangan, Ijur sempat tidak mengakui perbuatannya. Menurut dia, soal pencabulan, Ijur menceritakan di persidangan.
”Majelis menanyakan ke terdakwa apa tujuannya mengajak korban ke lokasi pembunuhan. Dia berbelit menjawabnya, berputar-putar. Kita tanya lagi, dia bilang tidak tahu. Itu poin memberatkan,” tuturnya.
”Jadi korban sempat dibekap 30 menit hingga tidak bernapas lagi. Menurut kami, kejam dan sadisnya itu dia tidak peduli, bekap korban dan korban meronta, dia sadar melakukan itu. Dia melihat wajah korban. Itu sadistis karena dalam keadaan sadar. Setelah korban tidak bernyawa dan membakarnya. Dia menunggui lagi selama sekitar 30 menit,” ucapnya.
Menurut Maradona, yang memberatkan, perbuatan Ijur meresahkan masyarakat.
Dalam pleidoi, Ijur meminta keringanan dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya. Keringanan diminta dengan alasan dirinya memiliki anak dan istri yang harus dinafkahi. “Ini pertama kali hukuman mati di PN Sangatta. Kami berikan waktu selama 7 hari kepada terdakwa pikir-pikir,” kata dia.
FIRMAN HIDAYAT