TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah orang yang tergabung dalam Barisan Relawan Jokowi Presiden (BaraJP) mendatangi gedung Badan Reserse Kriminal Polri di Gambir, Jakarta Pusat, Rabu, 9 November 2016.
"Kami datang ke Bareskrim untuk melaporkan dugaan penghasutan dan dugaan penghasutan untuk makar kepada pemerintah yang sah atas orasi Saudara Fahri Hamzah saat aksi demonstrasi 4 November," kata Birgaldo Sinaga, Wakil Dewan Pimpinan Pusat BaraJP, sebelum memasuki ruang pelaporan.
Birgaldo mengatakan BaraJP melihat ucapan penghasutan yang dilakukan Fahri sangat berbahaya. "Sebagai Wakil Ketua DPR, seharusnya dia menjaga kebangsaan kita. Sayangnya, dia serampangan memutarbalikkan fakta dengan kalimat yang provokatif dan menuduh Presiden Jokowi telah membiarkan penistaan agama, melindungi penista agama, dan menuduh Presiden seolah-olah harus dilengserkan," ucapnya.
Menurut dia, saat berorasi, Fahri mengatakan ada dua cara menurunkan Presiden Jokowi, yaitu melalui impeachment (pemakzulan) di gedung MPR/DPR dan melalui parlemen jalanan.
Akibat provokasi dan teriakan Fahri itu, kata Birgaldo, massa yang seharusnya selesai berunjuk rasa pada 18.00 WIB tetap bertahan hingga dinihari. "Bahkan berkeinginan menduduki gedung MPR/DPR," tuturnya.
Menurut Birgaldo, Fahri memberi jalan dan membukakan gedung MPR/DPR kepada demonstran agar bisa masuk. Saat demo 4 November 2016, beberapa demonstran memang masuk ke kompleks parlemen dan bertemu dengan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan serta beberapa anggota DPR, tapi Fahri tidak ada.
Ferry Simanullang, yang juga pengurus BaraJP, mengatakan mereka mengadukan Fahri ke Bareskrim sebagai demonstran, bukan sebagai anggota Dewan. "Kami berharap Bareskrim menindak tegas," ujarnya.
Barang bukti yang mereka bawa adalah berita dari dua media, yaitu Kompas dan CNN, serta rekaman orasi Fahri. Birgaldo menduga orasi Fahri adalah momentum meledakkan kebenciannya kepada Jokowi. "Agar Jokowi benar-benar jatuh."
REZKI ALVIONITASARI