INFO MPR - Saat ini tidak ada lagi relevansinya untuk mempertentangkan Pancasila dengan agama Islam.Sebab, yang merumuskan Pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa Indonesia adalah orang-orang Islam. Mulai 29 Mei hingga 1 Juni 1945, tokoh-tokoh umat Islam saat itu terlibat diskusi panjang menyangkut dasar negara. Mereka juga menyampaikan pendapat dan berpidato, seperti halnya pidato Soekarno pada 1 Juni, yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahir Pancasila.
“Karena itu, saat ini sudah tidak tepat lagi mempertentangkan agama dengan nasionalisme, sekalipun memang pemikiran soal syariat Islam bisa dimaklumi. Gagasan tersebut muncul sesuai dengan sejarah Indonesia,” ujar H. Abdul Fikri Faqih, anggota F-PKS MPR RI pada acara sosialisasi Empat Pilar MPR, kerja sama MPR dengan Yayasan Binaul Izzah Kabupaten Brebes, Jawa Tengah di Kompleks Islamic Centre, Jumat, 23 September 2016.
Abdul Fikri Faqih menjadi pembicara bersama anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah yang juga tokoh masyarakat Brebes Usman. Keduanya menggantikan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid yang berhalangan hadir.
Dulu, kata Abdul Fikri, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7, sedangkan agama lain sudah datang pada abad ke-4. Namun kedatangan Islam menyebabkan munculnya power system berupa kerajaan-kerajaan Islam, sedangkan agama lain tidak. “Inilah salah satu alasan yang menstimulasi lahirnya wacana negara Islam. Waktu itu, kerajaan-kerajaan Islam Indonesia dibubarkan oleh penjajahan Belanda dan Portugis,” kata Fikri.
Namun, menurut Fikri, bermimpi mendirikan negara Islam pada era kekinian adalah pemikiran yang kebablasan. Itu sudah tidak sesuai lagi dengan keindonesiaan masa kini. Selain itu, kembali ke era kerajaan akan membuat Indonesia dijajah lagi dan mesti berjuang lagi melepaskan penjajahan.
Sementara itu, Usman mengatakan keberagaman yang begitu besar membuat Indonesia selalu berpotensi mengalami perpecahan. Beruntung sejarah membuktikan adanya niat untuk saling bersatu dalam NKRI. Namun tekad masa lalu saja tidak cukup. Potensi perpecahan yang diakibatkan ketimpangan ekonomi akan selalu muncul jika kesenjangan itu tidak diminimalkan.
“Perbedaan ekonomi akan selalu memunculkan potensi perpecahan. Saatnya kita mengupayakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Usman. (*)