TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, Farizal, keluar dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi setelah diperiksa mengenai kasus dugaan suap, Rabu petang, 21 September 2016. Dia ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap sebesar Rp 365 juta dari Xaveriandy, pengusaha.
Jurnalis yang sudah menunggunya sejak siang mendekati Farizal saat pria itu keluar. Dia tak menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan wartawan. Dia hanya mengaku sedang sakit di bagian kaki.
Farizal terus menghindari wartawan hingga ke pinggir jalan raya depan gedung KPK. Dia lantas masuk ke tengah-tengah kendaraan yang terkena macet. Para pengendara mobil dan sepeda motor membunyikan klakson. Farizal sempat berhenti di pintu sebuah taksi, namun dia memilih ke tepi jalan dan masuk lagi ke gedung KPK.
Dia lalu diantar petugas keamanan ke dalam lobi. Ketika duduk di kursi lobi, Farizal menatap keluar kaca tampak mencari sesuatu. Pada waktu datang ke KPK siang tadi, Farizal diantar oleh tim dari Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung.
Nama jaksa Farizal muncul setelah KPK menangkap Xaveriandy dan istrinya, serta Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI, Irman Gusman, Sabtu, 17 September lalu. Xaveriandy diduga menyuap Irman. Dia diduga meminta Irman mempengaruhi Bulog agar dia mendapat tambahan distribusi gula impor.
Belakangan muncul informasi bahwa Xaveriandy saat ini berstatus tahanan kota dan menjadi terdakwa kasus gula impor tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) di Sumatera Barat. Farizal adalah jaksa penuntut umum yang menangani perkaranya. KPK menyangka Farizal telah menerima suap dari Xaveriandy.
Inspektur Muda Jaksa Agung Muda Pengawas, Wito, Farizal juga diperiksa oleh Kejaksaan Agung terkait kode etik profesi. Menurut Wito, Farizal bisa terancam diberhentikan jika ketahuan melanggar etik. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Mohammad Rum, mengatakan Farizal tidak pernah menghadiri persidangan perkara Xaveriandy. "Dia membantu terdakwa membuat eksepsi," ujar Rum di Kejaksaan Agung.
REZKI A | MAYA AYU