TEMPO.CO, Banjarmasin - Ketua Gabungan Kelompok Peternak Wijaya Kusuma di Desa Danda Jaya, Kecamatan Rantau Badauh, Kabupaten Barito Kuala, Sodikun, mengeluhkan anggota kelompoknya kesulitan melego hasil ternak sapi kurban menjelang Hari Raya Idul Adha 1437 Hijriah. Ia sudah merasakan seret menjual ternak sejak dua tahun belakangan.
Menurut dia, merosotnya penjualan ternak dipicu oleh carut-marutnya tata niaga peternakan di Barito Kuala. Peternak rakyat terbukti kalah bersaing harga dengan pedagang sapi kakap yang mendatangkan ratusan ekor sapi dari Nusa Tenggara Barat.
Sodikun berasumsi penjualan turun kisaran 40-50 persen ketimbang dua tahun lalu saat Idul Adha. “Sekarang cuma 130-150 ekor dari 10 kelompok peternak di sini, dulu bisa 300-an ekor,” ujar Sodikun kepada Tempo, Ahad 4 September 2016.
Kondisi peternak rakyat makin terjepit setelah menghadapi kongkalikong makelar panitia kurban dan pedagang sapi kakap. Ia menyesalkan perilaku serakah pedagang besar yang justru menambah stok sapi hidup menjelang Idul Adha. Semestinya, kata Sodikun, pedagang kakap menurunkan pasokan sapi demi memberi kesempatan peternak rakyat menjual sapi dengan harga maksimal.
Sebab, Sodikun melihat makelar panitia kurban condong mencari sapi hidup yang berharga miring. “Dan itu hanya ada di pedagang besar, bukan peternak rakyat. Kami ini menjual cuma setahun sekali, kalau pedagang besar hampir setiap hari jual sapi,” Sodikun berujar.
Nasib suram juga menjerat kelompok peternak Harapan Makmur di Desa Kolam Makmur, Kecamatan Wanaraya. Si ketua kelompok, Aman Ahmadi, pernah menyampaikan keluhan ini kepada Dinas Peternakan. Kala itu, kata Aman, Dinas pun kesulitan membantu penjualan karena keterbatasan akses pemasaran. Walhasil, ia sekedar diberikan saran menawarkan hasil ternak ke panitia-panitia kurban di Banjarmasin.
Menurut Aman, ada 30 peternak di bawah naungan kelompoknya. Seminggu menjelang Idul Adha pada 12 September, Aman mengaku kelompoknya baru menjual 10 ekor dari 25 ekor sapi kurban di kandang. “Sudah setahunan ini penjualan sapi kurban menurun. Mungkin banyak sapi-sapi luar pulau didatangkan ke sini,” ujar Aman.
Seorang pedagang sapi kakap di Barito Kuala, Saino alias Cino, mendapat kiriman ratusan ekor sapi bali dari Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Di luar momen Idul Adha, Cino mengaku intensitas pengiriman sapi biasanya tiga-empat kali dalam sebulan. Adapun bila memasuki kalender 10 Zulhijah, Cino sengaja menambah stok sapi untuk memaksimalkan penjualan ke konsumen sekaligus meraup lebih banyak pundi-pundi rupiah.
Di tengah anjloknya penjualan sapi milik peternak rakyat, Cino malah berujar, “Penjualan sapi saya naik 100 persen saat Idul Adha.”
Menurut Cino, pesanan sapi mulai mengalir memasuki tiga puluh hari sebelum Idul Adha. Dalam sebulan di luar momen Idul Adha, ia bisa melego minimal 250 ekor sapi. Tapi ketika menginjak Idul Adha, Cino berani mengklaim sapi-sapinya terjual kisaran 500-1.000 ekor. Melonjaknya penjualan sapi tak urung mempertebal koceknya. “Kalau hari biasa, omset saya kisara Rp 150 juta. Saat Idul Adha bisa mencapai Rp 1 miliar,” ujar Cino sambil cengengesan.
DIANANTA P. SUMEDI