TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung, Kepolisian Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, Simposium 65, serta Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan konsisten mengusung konsep rekonsiliasi sebagai rekomendasi penyelesaian tragedi 1965.
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Agus Widjojo, yang juga anggota Tim Perumus Simposium 65, mengatakan konsep rekonsiliasi tak terhindarkan. "Dari semua hal yang dipertimbangkan, memang hal itu (rekonsiliasi) yang paling mungkin dilakukan," ucap Agus kepada Tempo, Kamis, 25 Agustus 2016.
Penyelesaian tragedi 65 masih mandek hingga saat ini. Berbagai pihak memiliki pandangan yang berbeda-beda perihal bagaimana perkara itu harus diselesaikan. Ada yang mengharapkan cara yudisial seperti pihak korban, ada pula yang mengharapkan penyelesaian nonyudisial alias rekonsiliasi.
Baca: Wiranto dan Agus Widjojo Bahas Hasil Simposium Tragedi 1965
April lalu, sebuah simposium terkait dengan tragedi 65 digelar di Hotel Arya Duta, Jakarta, untuk mencari solusinya. Kesepakatan yang didapat dari simposium itu kemudian dibawa ke Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan untuk dirumuskan. Kabar terakhir, rekomendasi hasil perumusan itu telah diterima Presiden Joko Widodo pada Agustus ini.
Agus menjelaskan, rekonsiliasi menjadi hal yang paling mungkin direkomendasikan seusai serangkaian rapat yang dilakukan sejak April lalu karena ternyata sulit memenuhi syarat-syarat perkara 65 bisa dibawa ke meja hijau. Apalagi, ujar dia, perkara 65 terjadi 51 tahun lalu.
Selain itu, tutur Agus, rekonsiliasi dianggap melibatkan lebih banyak unsur dan elemen dibanding penyelesaian secara yudisial. Agus mengatakan setidaknya ada empat elemen dalam rekomendasi rekonsiliasi yang diberikan kepada Presiden Joko Widodo.
"Ada unsur pengungkapan kebenaran, penerapan keadilan yang bersifat restoratif, perbaikan hak-hak korban, serta kebijakan mengganti kerugian korban," ucap Agus.
Baca: Komnas HAM Minta Wiranto Lanjutkan Penyelesaian Kasus HAM
Agus berujar, hingga saat ini, belum ada respons dari Presiden Joko Widodo terkait dengan rekomendasi itu, meski sudah diberikan dua pekan lalu. Kalaupun sudah ada pernyataan sikap, hal itu pasti diketahui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto lebih dulu. "Respons atas rekomendasi itu sepenuhnya hak prerogatif Presiden Jokowi. Kami tidak bisa mendesak," tutur Agus.
Secara terpisah, Koordinator Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 65 Bedjo Untung menyatakan pihaknya meminta Presiden segera merespons rekomendasi tersebut. "Kami minta supaya rekomendasi ditindaklanjuti, yaitu pemerintah meminta maaf atau menyesal atas terjadinya peristiwa 65 kepada semua korban, baik dari kalangan komunis, nasionalis, maupun pendukung Bung Karno," kata Bedjo.
ISTMAN M.P.