TEMPO.CO, Malinau - Kepala Bidang Perencanaan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Makmur Marbun mengatakan pihaknya bersama anggota Komisi II DPR, Rabu besok, 3 Agustus 2016, akan mengunjungi Kecamatan Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara. Kunjungan itu merupakan langkah pemerintah Indonesia menanggapi isu klaim 28 desa di wilayah perbatasan yang dilakukan Malaysia.
Menurut Marbun, sengketa perbatasan antara Indonesia dan Malaysia belum juga selesai. Ia menilai persoalan yang muncul adalah ketimpangan pembangunan di daerah perbatasan. “Mereka (Malaysia) banyak membangun di perbatasan,” katanya saat berada di Malinau, Kalimantan Utara, Selasa, 2 Agustus 2016.
Marbun mengatakan pemerintah Indonesia terkesan lamban dalam mengupayakan penyelesaian sengketa lahan. Dibanding Malaysia, pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah Indonesia masih terbatas.
Menurut dia, salah satu faktor sengketa lahan dimenangi Malaysia karena peran Malaysia pada pembangunan infrastruktur penduduk di daerah itu. Itu sebabnya BNPP akan menyusun kebijakan-kebijakan yang bisa mementahkan klaim Malaysia terhadap sejumlah desa di Lumbis Ogong.
BNPP juga telah menyusun rencana pembangunan strategis untuk wilayah Lumbis Ogong. Harapannya, rancangan pembangunan itu bisa diwujudkan oleh kementerian dan lembaga terkait. Jika tidak, kemudahan yang diberikan Malaysia justru semakin memicu penduduk memilih bergabung dengan Malaysia.
Ketua Pemuda Penjaga Perbatasan Paulus Murang membenarkan ada sekitar 28 desa di Lumbis Ogong yang berpotensi dimiliki Malaysia. Total luas wilayah itu sekitar 154 ribu hektare, yang merupakan daerah Simantipal dan Sinapad, Lumbis Ogong.
Paulus meminta pemerintah Indonesia serius menangani persoalan sengketa perbatasan. Sengketa tidak akan selesai apabila tidak melibatkan masyarakat setempat. Masyarakat harus dilibatkan karena mereka yang mengetahui seluk-beluk di lapangan perihal sengketa. “Kami ingin kerja sama dengan TNI,” ujarnya.
DANANG FIRMANTO