TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Hukum, Bambang Soesatyo, mendesak Kepolisian RI mengusut tuntas kasus vaksin palsu. Menurut dia, kasus ini merupakan skandal pelayanan kesehatan paling mengerikan yang terjadi di Indonesia.
Alasannya, ujar Ketua DPP Golkar ini, kejahatan vaksin sudah berlangsung lama, sejak 2003. "Rentan waktu praktek kejahatan vaksin palsu sangat panjang, karena baru terkuak awal 2016," ujar Bambang dalam pesan pendek, Ahad, 17 Juli 2016. "Ada sekumpulan ‘predator balita’ di balik skandal ini."
Bambang melanjutkan, seharusnya tersangka dalam kasus ini bertambah. Menurut catatan dia dari Mabes Polri, tiga dari 23 tersangka adalah dokter. Identitas 14 rumah sakit dan delapan bidan pun sudah dibeberkan oleh Kementerian Kesehatan. "Mengerikan, tersangka memiliki keahlian pelayanan medis," ujarnya.
Dari rentan waktu yang lama itu juga, Bambang hakulyakin jumlah tersangka dari kasus ini akan bertambah. Alasannya, dia mengatakan, rantai kejahatan vaksin berawal dari produksi, distribusi, dan pemberian vaksin palsu kepada balita. "Peredarannya saja bisa lebih dari 17 provinsi," ujarnya.
Untuk itu, dia juga mendesak Polri tidak setengah-setengah mengusut kasus ini. Apalagi, kata Bambang, proses hukum kasus vaksin pada 2008 dam 2013 harus kembali dibuka.
Kasus 2008, kata dia, pertama kali diungkap saat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan vaksin anti tetanus serum (ATS) palsu. Namun kasus itu ditutup tanpa alasan yang jelas.
Sedangkan dalam kasus vaksin palsu pada 2013, Bambang melanjutkan, polisi sudah menetapkan dua tersangka. Namun, kata dia, satu tersangka lari dan satu lainnya hanya dikenai hukuman denda Rp 1 juta. "Ada kejanggalan dalam proses hukum dua kasus terdahulu," ujarnya.
HUSSEIN ABRI DONGORAN