TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso meminta revisi Undang-Undang Terorisme segera dilakukan. Ia menilai undang-undang yang ada saat ini membatasi kewenangan aparat dan intelijen.
Sutiyoso mengatakan hal yang perlu diperkuat dalam revisi Undang-Undang Anti-Terorisme ialah tentang deteksi dini. "Negara-negara Barat dan Malaysia sudah mengubah paradigmanya. Dia lebih mengutamakan keamanan rakyat dan negara," ucap Sutiyoso di Istana Negara, Jakarta, 11 Juli 2016.
Di Asia Tenggara, salah satu negara yang sudah menerapkan undang-undang keamanan dalam negeri (Internal Security Act) adalah Malaysia. Dalam undang-undang itu, aparat keamanan bisa melakukan penangkapan sementara terhadap terduga teroris guna mendapatkan keterangan. Tujuannya agar kejadian yang tidak diinginkan bisa dicegah sedini mungkin.
Sutiyoso menilai, potensi terorisme di Indonesia seusai hari raya Idul Fitri belum surut. Ia beralasan, semakin terdesaknya kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Suriah dan Irak membuat mereka mengubah strategi. "Mereka mau menghancurkan musuh-musuhnya di negara asing," ucapnya.
Menurut mantan Gubernur DKI Jakarta itu, aksi terorisme susulan bisa terjadi di Indonesia. Pasalnya, ada banyak simpatisan ISIS di Indonesia. Selain itu, mantan pelaku terorisme yang sudah keluar dari penjara tidak sedikit jumlahnya.
Karena itu, kata Sutiyoso, revisi Undang-Undang Anti-Terorisme mesti segera dilakukan. "Itu memberikan peluang kepada aparat untuk bertindak cepat," ucapnya.
ADITYA BUDIMAN