TEMPO.CO, Palembang - Menjelang Lebaran, permintaan dodol di Desa Tebing Gerinting, Ogan Ilir, Sumatra Selatan, meningkat. Pembuat dodol di desa itu pun mulai menambah jumlah produksi.
Zakiah, perajin, beserta anak dan tetangganya, mengatakan, menjelang Lebaran, mereka harus menyiapkan 300 kilogram dodol. Sedangkan pada hari biasa, produksi tidak sampai sebanyak itu. "Satu kuali bisa menghasilkan 50 kilogram dodol siap dicetak," katanya sambil melayani pembeli, Senin siang, 27 Juni 2016.
Zakiah menerima pesanan pelanggan dari Jambi dan Lampung. Permintaan dodol dari para pemudik yang datang dari luar daerah juga terbilang banyak. Zakiah mengatakan para pemudik biasanya mampir ke tempat usahanya yang berada persis di lintas timur, Lampung-Palembang-Jambi.
Agar dapat memenuhi permintaan pasar, Zakiah mulai bekerja lebih pagi dari biasanya. Selepas makan sahur, dia menyalakan bara api di delapan tungku besar di depan rumahnya.
Bahan olahan yang disiapkan Zakiah tidak terlalu istimewa. Selain beras ketan, gula merah, gula putih, dan santan, dia menambahkan durian untuk menambah varian rasa selain rasa original.
Agar aroma khasnya tidak hilang dan tidak timbul rasa pahit, Zakiah berusaha menjaga besarnya kobaran api untuk menjamin campuran bahan itu diaduk selama dodol dimasak. "Dijamin, sampai setelah Lebaran, aroma tetap wangi," katanya.
Wahyudi, pembeli dari Palembang, mengaku belum pernah merasakan sensasi legit dodol khas Tebing Gerinting. Namun dia pernah mendengar kelezatan dodol produksi rumahan itu beberapa waktu lalu. Wahyudi pun menyempatkan diri mampir di toko Zakiah saat melintas di wilayah itu dari arah Simpang Meranjat.
Karyawan swasta ini cukup yakin panganan berwarna cokelat kehitam-hitaman tersebut bakal menjadi incaran tamu saat berkunjung ke rumahnya, Lebaran nanti. "Istri saya memang sudah pesan minta dibelikan (dodol)," ujarnya sembari mengeluarkan uang Rp 70 ribu untuk 2 kilogram dodol rasa durian.
PARLIZA HENDRAWAN