TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menilai terkuaknya peredaran vaksin palsu merupakan keteledoran pemerintah dalam mengawasi peredaran obat dan makanan. “Praktek yang berlangsung hingga 13 tahun itu menunjukkan lemahnya pengawasan Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap industri farmasi,” ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi lewat keterangan tertulis, Senin, 27 Juni 2016.
Menurut dia, penting bagi pemerintah untuk lebih sensitif terhadap praktek pemalsuan produk farmasi. “Mengapa vaksin yang merupakan produk farmasi tak terdeteksi sehingga bisa berlangsung sejak 2003?” kata Tulus.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mendesak Kementerian Kesehatan menjamin keaslian produk farmasi yang beredar di rumah sakit dan puskesmas. Salah satu caranya, menurut Tulus, dengan melakukan audit ulang.
“Bahkan Kemenkes dan BPOM harusnya menginvestigasi kemungkinan adanya institusi kesehatan yang sengaja membiarkan atau bahkan bekerja sama dengan produsen vaksin palsu,” tutur Tulus.
Menteri Kesehatan sempat mengimbau masyarakat agar tidak panik saat mendengar kabar peredaran vaksin palsu. “Jika anak Anda mendapat imunisasi di posyandu, puskesmas, dan rumah sakit pemerintah, vaksin tersebut dijamin asli manfaat dan keamanannya.”
Imbauan itu tertulis pada akun Twitter Kementerian Kesehatan, @KemenkesRI, Senin pagi. Kementerian menjamin vaksin yang terdistribusi didapat dari produsen resmi dan didistribusikan ke dinas kesehatan hingga fasilitas pelayanan kesehatan.
Kementerian Kesehatan menyatakan peredaran vaksin palsu itu tak lebih dari 1 persen di wilayah Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Dosisnya pun dianggap tak berbahaya. “Dilihat dari isi dan jumlah dosisnya, vaksin palsu ini dampaknya relatif tidak membahayakan,” cuit Kementerian.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI baru mengungkap pembuatan dan peredaran vaksin palsu. Ada sepuluh tersangka kasus tersebut, terdiri atas lima produsen, dua kurir, dua penjual, dan seorang pekerja percetakan yang mencetak label vaksin. Barang bukti yang disita adalah 195 bungkus vaksin hepatitis B, 221 botol vaksin Pediacel, 364 botol pelarut vaksin campak kering, dan 81 bungkus vaksin.
YOHANES PASKALIS