TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Instalasi Strategis Nasional (Bainstranas) Kementerian Pertahanan Mayor Jenderal Paryanto memaparkan konsep pembentukan Badan Intelijen Pertahanan (BIP) di Balai Media Kemhan, Jakarta, Kamis, 16 Juni 2016.
Paryanto mengatakan nantinya BIP akan berfungsi membuat skenario perang. Perang yang dimaksud Paryanto di sini bukan semata-mata bersifat militer, tapi juga nonmiliter. "Negara itu harus bisa mengelola asumsi dan logika soal siapa yang berpotensi menyerang saya," kata Paryanto.
Dia menjelaskan, informasi hasil olahan BIP akan mempengaruhi semua kebijakan yang berkaitan dengan pertahanan, termasuk rencana pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista). "Pembelian alutsista misalnya harus berdasarkan skenario perang itu," katanya.
Menurut Paryanto, intelijen pertahanan dibutuhkan untuk mendukung tujuan nasional. Dan ia mengakui setiap negara mempunyai tujuan nasional, yang terkadang berbenturan.
Paryanto mengungkit pendapat Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu yang sempat membandingkan Indonesia dengan negara lain. Menurut Ryamizard, kata dia, suatu hal yang lucu bila Kemhan RI tak memiliki intelijen, sedangkan Kemhan negara lain mempunyai lembaga intelijen. "Kalau negara ya bisa banyak sahabat, tapi dalam intelijen tak ada istilah itu. Intelijen diarahkan pada negara kawan dan lawan," ujar Paryanto.
Ia mengatakan selama ini negara-negara besar di dunia memperhatikan Indonesia. Karena itu, dibutuhkan intelijen pertahanan. "Jadi jangan bangun intelijen (pertahanan) kalau sudah ada ancaman," katanya.
Paryanto memaklumi jika rencana pembentukan BIP ini menuai penolakan beberapa kalangan. Penolakan itu di antaranya datang dari Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi masalah pertahanan dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Mereka menilai urgensi pembentukan BIP masih lemah dan akan menyebabkan tumpang-tindih fungsi dengan lembaga intelijen lainnya. "Masalah ada yang tak senang, ya itu hak masing-masing," ucap Paryanto.
Dia mengakui ada alasan yang rasional dibalik pertentangan rencana pembentukan BIP tersebut. "Ada yang mungkin dilema dengan kesan membangun kekuatan. Bila membangun kekuatan, anggapannya akan mengancam orang lain," katanya.
Kondisi serupa, kata dia, berlaku di dunia internasional. "Kalau saat beli senjata dari luar, kita bilang 'Ah cuma mau latihan', orang tak akan percaya," ujarnya.
YOHANES PASKALIS