TEMPO.CO, Jakarta - Razia yang dilakukan oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang, Banten, terhadap warung makan Tegal (warteg) milik Ibu Saeni beberapa waktu lalu menjadi polemik di masyarakat, terutama di media sosial.
Setelah warungnya dirazia Satpol PP Kota Serang, Ibu Saeni, perempuan berusia 58 tahun pemilik warung nasi di Pasar Induk Rau Kota Serang, jatuh sakit. Saeni sakit karena terpukul dan kaget setelah warungnya di gerebek dan barang dagangannya disita oleh petugas.
Setelah kasusnya ramai diperbincangkan netizen dan menuai komentar dari sejumlah kalangan, termasuk dari Wakil Presiden Jusuf Kalla, Saeni menerima banyak donasi dari para netizen dan Presiden Joko Widodo.
Ibu dari empat orang anak tersebut mengaku kaget dan tidak menyangka kejadian yang menimpanya akan membuat heboh dan mendapat respons dari Presiden Joko Widodo.
“Kemarin ada dua orang datang ke sini, ngakunya ajudan Pak Jokowi. Mereka menanyakan kronologi kejadian dan menyerahkan bantuan uang dari Presiden sebesar Rp 10 juta,” ujar Saeni, Senin, 13 Juni 2016.
Saeni menuturkan, uang tersebut akan digunakan untuk membayar utang kepada koperasi simpan-pinjam dan biaya kuliah anaknya. “Uangnya diminta buat bayar utang, terus saya disuruh tanda tangan dan diminta nomor telepon. Katanya nanti Pak Jokowi mau nelpon saya,” ujar Saeni.
Wali Kota Serang Tubagus Haerul Jaman mengatakan razia rumah makan dijalankan atas amanah Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Penyakit Masyarakat. “Pemkot Serang menerima banyak aspirasi masyarakat dan para ulama, salah satunya melarang rumah makan atau restoran buka pada siang hari saat bulan suci Ramadan,” kata Haerul.
Selain itu, razia rumah makan pada bulan Ramadan diperkuat dengan Surat Edaran Wali Kota Serang Nomor 451.13/555-Kesra2016 tentang kegiatan yang dilarang pada Ramadan, yang dibuat atas kesepakatan antara Pemerintah Kota Serang, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Kementerian Agama Kota Serang. “Satpol PP mengawal itu,” ujar Haerul.
Namun Haerul menyesalkan insiden penertiban warung makan milik Saeni yang dilakukan anak buahnya. Haerul Jaman mengaku ada kesalahan prosedur Satpol PP saat menyita barang dagangan milik Saeni.
“Untuk menutup warungnya pada siang hari itu betul, tapi ada kesalahan prosedur dari Satpol PP. Seharusnya kan cukup ditutup saja, enggak perlu diangkut,” kata Haerul.
Sekretaris Majelis Ulama Indonesia Kota Serang, Amas Tajudin, mendukung tindakan Satpol PP untuk menertibkan siapa pun yang membuka rumah makannya pada siang hari sepanjang Ramadan.
Menurut Amas, razia tersebut sesuai dengan surat edaran wali kota dan hasil kesepakatan Rakor MUI Kota Serang bersama ormas-ormas Islam se-Kota Serang dan perwakilan para pedagang yang dilakukan sebelum Ramadan.
“Hasil rapat koordinasi antara para pedagang, MUI, dan seluruh ormas Islam di Kota Serang telah sepakat tidak boleh ada rumah makan yang buka, kecuali dari 16.00 WIB sampai dengan pukul 04.00 WIB. Satpol PP tentu harus mengedepankan sikap bijak dalam menegakkan aturan,” ujar Amas.
WASI’UL ULUM