TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara kepresidenan, Johan Budi, menyatakan pemerintah berkomitmen menyelesaikan persoalan hak asasi manusia masa lalu. Namun, sebelum mengambil sikap, Presiden Joko Widodo ingin mendengarkan pihak pro dan kontra. "Tak hanya soal PKI, Presiden ingin menyelesaikan kasus HAM masa lalu, tapi perlu mendengar dulu," kata Johan saat dihubungi, Rabu, 1 Juni 2016.
Adanya Simposium Anti-PKI, kata dia, tidak bisa dipandang bertolak belakang dengan Simposium 1965 yang sudah digelar sebelumnya. Johan menilai, Simposium Anti-PKI merupakan bagian dari wacana yang bergulir.
Kendati demikian, Johan mengatakan hasil Simposium Anti-PKI bukan berarti akan diterima sebagai rekomendasi untuk pemerintah. Menurut dia, hal itu menjadi domain panitia penyelenggara simposium.
Simposium Nasional Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan Partai Komunis Indonesia dan Ideologi Lain (Simposium Anti-PKI) digelar di Balai Kartini, Jakarta, 1-2 Juni 2016. Acara ini disebut-sebut sebagai tandingan Simposium Nasional 1965 yang digagas pemerintah dengan tujuan rekonsiliasi, 18-19 April lalu.
Sejumlah purnawirawan militer hadir dalam acara itu. Salah satunya mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal (purnawirawan), Kivlan Zen, yang menggelar acara itu karena merasa aspirasinya tidak terwakili dalam Simposium Nasional 1965.
ADITYA BUDIMAN