TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo angkat bicara soal kebijakan diskresi yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Menurut dia, sepanjang undang-undang tidak melarang kebijakan tersebut secara implisit, kepala daerah bisa mengeluarkan diskresi demi kepentingan daerahnya.
"Kalau dalam undang-undang harus minum kopi, tapi si pejabat daerah mengatakan harus minum teh, ini menyalahi undang-undang. Sepanjang belum diatur teh atau kopi, pejabat daerah boleh mengambil keputusan hari ini teh dan besok kopi," kata Tjahjo di Badan Pemeriksa Keuangan, Jakarta Selatan, Senin, 30 Mei 2016.
Tjahjo menilai, diskresi juga bisa dilakukan sepanjang kebijakan tersebut tidak menimbulkan implikasi hukum, seperti memperkaya diri sendiri, memperkaya kelompok lain, dan juga adanya indikasi gratifikasi. "Kepala daerah jangan takut mengambil keputusan yang belum diatur secara implisit di peraturan perundang-undangan. Kalau sudah diatur, ya jangan," ujarnya.
Polemik mengenai diskresi yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok muncul setelah Direktur Utama Podomoro Land Ariesman Widjaja, kepada KPK, mengakui adanya 13 proyek milik PT Muara Wisesa Samudra, perusahaan anak usaha Agung Podomoro, yang anggarannya akan dijadikan sebagai pengurang kontribusi tambahan proyek reklamasi.
Menurut Ahok, proyek pengurang kontribusi tambahan itu didasarkan pada wewenang diskresi yang dimilikinya karena saat proyek itu diputuskan pada 2014 belum ada dasar hukum yang mengaturnya. Keputusan itu pun dijadikan pengikat komitmen pengembang yang awalnya menolak membayar kontribusi tambahan di depan karena izin pelaksanaan reklamasi belum terbit.
ANGELINA ANJAR SAWITRI